KOMPAS.com - Studio Air Putih @Batubata, bukan sekadar gedung kantor biasa. Ada beberapa keunikan yang terdapat pada bangunan ini yang tidak ditemukan di gedung lain.
Bangunan dengan arsitektur batu bata merah ini merupakan gedung kantor kedua.
Denny Gondojatmiko, arsitek sekaligus pendiri firma arsitektur dan interior Studio Air Putih ini mengisahkan, awalnya dia ingin membangun gedung yang simpel dan mudah dirawat.
"Awal mula kami nyari material yang long maintenance terus prinsipnya yang green architecture, jadi bukan soal look-nya aja tapi lebih ke sistem air, mengurangi ac, mengurangi tenaga listrik," ujar Denny kepada Kompas.com, Selasa (25/9/2018).
Untuk itu, dia memilih batu bata merah sebagai material utama. Selain karena alasan estetis, juga sebagai penanda bangunan. Lebih dari itu, batu bata juga termasuk sebagai salah satu bahan yang mudah dalam pemeliharan.
"Bangunan bata kan kalau ada debu dan lumut tidak terlalu terlihat dan mengganggu. Karena bata kan tampil apa adanya," ucap Denny.
Keunikan inilah yang membuat Studio Air Putih meraih penghargaan dari Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI Awards 2018) dalam kategori bangunan perkantoran.
Keunikan bangunan studio terletak pada material batu bata yang digunakan. Uniknya, Denny tidak menggunakan material yang diproduksi dari pabrik. Dia mendapatkan batu bata dari pengrajin lokal di Kebumen.
Mengapa memilih bata tradisional? Menurut Denny, bata dari pengrajin lokal memiliki ukuran yang lebih besar. Selain itu, warna yang ditampilkan juga berbeda, sehingga memberikan ritme tersendiri.
Bangunan ini terdiri dari dua lapisan dengan rongga pada bagian tengahnya. Rongga ini berfungsi sebagai penangkal panas.
"Dengan adanya rongga itu tembok bagian dalam tidak akan basah, karena ada ruang-kosong di antara bata," cetus Denny.