KOMPAS.com - Lima Kaum merupakan nama sebuah desa di dekat kota Batusangkar, yang termasuk salah satu daerah di Kabupaten Tanah Datar. Desa ini juga merupakan salah satu desa tertua di dataran Minangkabau.
Di tempat tersebut berdiri sebuah masjid yang dinamakan Masjid Lima Kaum. Tempat ibadah ini masih berdiri hingga saat ini.
Tempat ibadah ini memiliki hubungan erat dengan sejarah Minangkabau. Sesuai dengan namanya, Lima Kaum merupakan nama kaum yang terdiri dari Kaum Kubu Rajo, Kaum Balai Batu, Kaum Koto Gadih, Kaum Piliang, dan Kaum Bali Labuh.
Baca juga: Masjid Angke, Dirancang Arsitek China dan Dibangun Orang Bali
Kelima kaum tersebut dipimpin oleh seorang yang bergelar Datuk Nan Balimo. Datuk Nan Balimo inilah yang juga memimpin pembangunan Masjid Lima Kaum.
Masjid Lima Kaum dibangun tahun 1705 dan selesai tiga tahun kemudian. Pembangunannya sendiri dilakukan bersama secara gotong royong oleh masyarakat setempat.
Arsitektur Masjid
Bangunan ini merupakan masjid tertua di Kabupaten Tanah Datar. Bahkan jumlah struktur dan tonggak di tempat ini memiliki makna tertentu.
Arsitektur masjid sendiri dipenuhi dengan corak Minangkabau.
Ini karena pada waktu itu Belanda belum datang ke wilayah ini, sehingga arsitektur masjid pun masih asli.
Bangunannya terdiri dari kayu dan papan, sementara atap masjid terbuat dari ijuk.
Namun setelah masjid berusia 200 tahun, atapnya diganti dengan seng agar lebih tahan lama.
Tonggak dan lantainya terbuat dari kayu, dengan tonggak tengah masjid setinggi 40 meter dan berdiameter 2 meter.
Keunikan masjid ini terletak pada bagian atapnya. Atap masjid terdiri dari lima tingkat yang menggambarkan jumlah rukun Islam, sekaligus melambangkan jumlah lima kaum yang membangunnya.
Antar tingkat, terdapat celah yang berguna sebagai sumber pencahayaan. Atapnya juga dibangun dengan bentuk cekung dan bukan datar.
Bentuk ini sesuai dengan iklim tropis Nusantara yang dapat mengalirkan hujan dengan intensitas tinggi.
Tonggak lainnya berjumlah 121 buah, yang melambangkan jumlah ninik mamak (pemangku adat) di tempat ini. Tiang gantungnya berjumlah 15 buah, sebanyak jumlah khatib dan bilal.
Masjid ini memiliki 28 jendela. Jumlah ini bukan tanpa alasan, angka 28 melambangkan 28 suku yang ada. Sementara dua buah pintu menggambarkan Laran Nan Duo.
Struktur bangunan berbentuk segi empat, menggantikan bangunan pagoda yang teah ada sebelumnya.
Pada tahun 2010, masjid ini ditetapkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sebagai bangunan cagar budaya, dan dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Batusangkar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.