Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Angke, Dirancang Arsitek China dan Dibangun Orang Bali

Kompas.com - 22/08/2018, 14:00 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masjid Al-Anwar atau Masjid Angke termasuk salah satu masjid berusia tua di Jakarta. Masjid yang dibangun tahun 1761 ini memiliki ukuran 15 x 15 meter.

Meski terbilang kecil dibanding ukuran masjid modern saat ini, namun tempat ibadah ini memiliki keunikan tersendiri.

Salah satunya adalah perpaduan gaya arsitektur Belanda, China, Bali dan Jawa dalam interior maupun eksteriornya.

Baca juga: Masjid Agung Paris, Penghormatan untuk Muslim yang Terbunuh Saat PD I

Menurut sejarahnya, masjid ini dibangun oleh kaum Muslim Bali, seperti ditulis Harian Kompas, 22 juni 1983. Meski didirikan oleh orang Bali, namun arsitek yang mengerjakan desain rumah ibadah ini merupakan seorang China.

Perpaduan berbagai gaya arsitektur

Sekilas, jika diperhatikan masjid ini memiliki unsur arsitektur China. Teralis dan jendelanya berbentuk bulat panjang dan tanpa dihiasi ukiran, dengan mimbar masjid dibangun melekat ke tembok.

Bentuk teralis dan jendela ini mengadopsi gaya Belanda. Tak ketinggalan, anak-anak tangga di depan yang juga menampilkan gaya kolonial.

Daun pintu masjid ini dihias dengan kusen berukir. Tak ketinggalan di atas pintu juga terdapat ukiran besar. Motif ukiran ini mengingatkan pada rumah Belanda.

Masjid ini memiliki empat buah tiang besar yang mengingatkan pada bangunan tua peninggalan Belanda. Tiang-tiang ini terbuat dari kayu jati.

Yang paling menarik perhatian adalah model atap Masjid Angke. Atap ini dibangun dengan bentuk limasan dan bersusun dua, dengan cungkup yang dipangaruhi arsitektur Jawa.

Namun ada beberapa yang menganggap atap masjid ini dipengaruhi oleh arsitektur China.

Masjid Angke didirikan tahun 1751. Foto kondisi dan situasi seputar masjid pada harian Kompas, 24 April 1972.Dimas Wahyu Masjid Angke didirikan tahun 1751. Foto kondisi dan situasi seputar masjid pada harian Kompas, 24 April 1972.

Ujung atapnya sedikit melengkung ke atas, yang mengacu pada gaya punggel di rumah-rumah Bali.

Meski sudah berusia ratusan tahun, namun pemugaran masjid ini masih mempertahankan ciri aslinya. Lantai masjid juga masih menggunakan tegel dengan ukuran 40 x 40 sentimeter.

Di masjid ini juga ditemukan batu nisan dari makam Islam. Namun uniknya, batu nisan ini ditulis menggunakan akasara China. Untuk mencegah agar tidak hilang,kini batu nisan tersebut sudah dipindah ke museum.

Di sekitar masjid terdapat sejumlah makam, salah satunya adalah makam yang dipercayai sebagai tempat peristirahatan Pangeran Syarif Hamid Alkadrie dari Kesultanan Pontianak.

Pada makam tertulis Pangeran Hamid meninggal di usia 64 tahun pada tahun 1854. Pada tahun 1800-an dia dibuang ke Batavia oleh Belanda karena memberontak. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau