Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak, Properti Konvensional Jadi Syariah

Kompas.com - 19/08/2018, 12:27 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah kondisi properti yang sedang lesu, penjualan rumah berbasis syariah justru diklaim semakin menarik dan diminati masyarakat.

Bahkan, tak jarang para pengembang properti ini justru bekerja sama dengan pengembang properti konvensional untuk kemudian menjual produk mereka dengan mekanisme syariah.

Founder Developer Properti Syariah (DPS) Rosyid Aziz mengatakan, sejauh ini sudah lebih dari 20 proyek properti konvensional mangkrak yang dikonversi menjadi properti syariah dalam dua bulan terakhir.

Baca juga: Sasar Pekerja Informal, Ini Kelebihan Properti Syariah

Ada beberapa alasan yang menyebabkan properti tersebut mangkrak. Mulai dari pengembang yang habis modalnya untuk melanjutkan proyek, atau bank yang menolak calon pembeli sehingga menyebabkan produk yang dijual tidak laku.

Bahkan, ada proyek yang mengalami kesulitam perizinan akibat perubahan regulasi sehingga proyek tidak berjalan.

"Jadi proyek yang mangkrak saya ajak ketemu pemiliknya. Saya bantu mulai dari aspek perencanaan, keuangan, juga penjualannya. Verifikasi konsumennya, mengakadkan konsumen, itu sekarang yang lagi marak," kata Rosyid kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.

"Kalau teman-teman pengembang ini sudah ditolak bank, ini kan ibaratnya sudah seperti malaikat pencabut nyawa datang. Ini yang kemudian saya konversi dan hasilnya lumayan," ungkap Rosyid.

Ia mencontohkan pengembang di Yogyakarta yang membangun proyek 58 unit rumah. Sudah tiga tahun terakhir pengembang tersebut belum berhasil menjual satu pun produk yang ditawarkan karena berbagai kendala.

Baca juga: Ini Beda Antara KPR Syariah dan KPR Bank Syariah

"Baru kemudian bulan ini masuk, ketemu kami, konversi, alhamdulillah sudah 23 unit laku," ujarnya.

Menurut Rosyid, antusiasme masyarakat dalam membeli properti sebenarnya cukup tinggi. Namun, karena mekanisme di bank bertele-tele, mengurungkan niat mereka membeli rumah.

Misalnya, perlu ada proses BI checking sebelum permohonan KPR di bank disetujui. Proses itu, sebut Rosyid, sebagai proses 'mencurigai' konsumen.

"Padahal orang yang mau bertransaksi dengan kami mau memiliki rumah dengan cara baik, yang halal. Jadi kami membangun prasangka positif juga," ujarnya.

Sebaliknya, pada penjualan properti syariah, BI checking ditiadakan. Jual beli dilakukan antara calon konsumen dengan pengembang secara langsung, sehingga tidak ada lembaga pembiayaan di antara keduanya. 

Hal itu dinilai cukup memudahkan konsumen. Di samping tidak adanya sistem denda atau penyitaan rumah, bila ada konsumen yang menunggak bayar cicilan.

Sepanjang tunggakan tersebut dibicarakan dengan pengembang berikut alasan yang masuk akal, menurut Rosyid, hal itu masih dapat diterima.

"Kalau bicara NPL (non performing loan) nyaris tidak ada yang macet," tuntas Rosyid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau