Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kolega, Merajut Dinamika Kreativitas Indonesia

Kompas.com - 09/08/2018, 07:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah anak muda tengah berbincang tentang dunia fotografi, di sebuah ruangan berukuran 24 meter persegi.

Sementara di sudut ruangan lainnya, sepasang eksekutif terlihat serius bertukar ide, dan gagasan mengenai perkembangan terbaru dunia teknologi informasi.

Itulah sekelumit visualisasi aktual di ruang kerja komunal, atau istilah populernya co-working space, di daerah Kemang, Jakarta Selatan.

Baca juga: Tidak Hanya Ruang, Coworking Space Tawarkan Jaringan

Kendati berbeda minat, dan latar belakang, ada satu kesamaan yang terajut dalam harmoni yang terjadi Rabu (8/8/2018) itu. 

Mereka sama-sama muda. Beberapa di antaranya, bahkan, berusia sebaya mahasiswa. Cerdas, energetik, kreatif, dan dinamis.

Kredo mereka adalah optimistis. Yakin bahwa masa depan yang tengah mereka rancang secerah mentari di atas ruang perkantoran yang disewa Koléga, operator co-working space yang menyatukan anak-anak muda itu.

"Ruang kerja bersama ini semacam market place dalam dunia nyata. Kolega mempertemukan antara satu kepentingan dengan kepentingan lainnya, satu komunitas dengan komunitas lainnya. Tujuannya satu yaitu tumbuh bersama melalui kolaborasi," terang Co Founder dan CEO Koléga Rafi R Hiramsyah menjawab Kompas.com.

CEO Kolega Rafi HiramsyahHilda B Alexander/Kompas.com CEO Kolega Rafi Hiramsyah
Rafi menuturkan, anak muda yang baru memulai usaha, perusahaan rintisan (start up), atau para pebisnis pemula yang baru akan melakukan ekspansi usaha, demikian besar jumlahnya di Indonesia.

Mengutip Startup Ranking, Indonesia masuk daftar lima besar negara dengan jumlah startup terbanyak di dunia. Dengan total 1.705 startup, menempatkan Indonesia di urutan keempat di bawah Amerika Serikat (28.794 startup), India (4.713 startup), dan Inggris (2.971).

Peringkat ini sekaligus membawa Indonesia nomor satu di kawasan Asia Tenggara, mengungguli Singapura yaitu 508 startup, Filipina 193 startup, Malaysia 144 startup, Thailand 81 startup, dan Vietnam 73 startup.

Di kawasan Asia Tenggara, saat ini sudah ada tujuh startup yang berstatus unicorn, yaitu gelar yang diberikan pada suatu startup yang memiliki nilai valuasi lebih dari 1 miliar miliar dollar AS.

Dari jumlah tersebut, Indonesia menyumbang empat startup yakni Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Tiga lainnya adalah Sea Ltd dan Grab asal Singapura, serta Revolution Precrafted asal Filipina.

Individu

Di luar start up korporat, menurut Rafi, ada banyak individu yang juga tengah menggeliat membangun usahanya pada industri kreatif.

Mereka tidak memerlukan ruang perkantoran yang lega dengan harga sewa selangit, melainkan sesuai dengan kebutuhan dan harga sewa ramah kantong.

Oleh karena itu, co-working space yang disediakan Koléga mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan itu. 

Saat membuka gerai perdana pada 2015 di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, kisah Rafi, Koléga sudah ramai "diburu" para start up.

Hal ini dimungkinkan karena pada saat itu, operator co-working space masih bisa dihitung jari sebelah tangan. Dan mereka adalah satu di antara tiga pebisnis lokal yang bersinergi sekaligus berkompetisi secara sehat.

Selain itu, Tebet merupakan kawasan yang cukup beken bagi kalangan anak muda Jakarta. Dengan lokasi relatif strategis ini, Koléga hadir sebagai tempat berkolaborasi bagi para startup, pelaku industri kreatif, freelancer, komunitas, entrepreneur, hingga mahasiswa.

Wajar bila patokan harga Rp 1 juta per bulan yang dikenakan bagi para pengguna ruang Koléga, dianggap pantas. Hingga kini, tingkat okupansi Koléga Tebet mencapai 100 persen. 

Tingginya kebutuhan ruang kerja bersama ini memotivasi Rafi membuka gerai berikutnya dengan level lebih tinggi. 

Ruang rapat pada coworking space kerjasama EV Hive dan PT Pos Indonesiayang terletak di gedung PT Pos Indonesia, Pasar Baru, Jakarta Pusat.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Ruang rapat pada coworking space kerjasama EV Hive dan PT Pos Indonesiayang terletak di gedung PT Pos Indonesia, Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Menempati ruang seluas 750 meter persegi di Equity Tower Sudirman Central Business District (SCBD), Koléga menjadi incaran start up premium.

Menurut Rafi, klien-klien pengguna ruang kerja bersama di kawasan Sudirman itu sebagian merupakan perusahaan multinasional. Sebut saja perusahaan asal Korea Selatan.

Bagi mereka, harga sewa Rp 3,5 juta per bulan bukan kendala. Dengan angka senilai itu, para penyewa bisa mendapatkan ruangan berpendingin udara dengan konsep terbuka atau transparan, sambungan internet nirkabel kecepatan tinggi, alamat kantor, ruang pertemuan dan segala perlengkapannya, serta servis kualitas prima.

Dengan penawaran seperti ini, kinerja okupansi Koléga di Equity Tower tak pernah turun sejak dibuka tahun lalu, yakni 100 persen.

Tentu saja, hal ini membuat pelaku bisnis ruang kerja komunal kian tumbuh subur bak cendawan di musim hujan. Tak hanya Koléga, Jones Lang LaSalle mencatat terdapat lebih dari 10 pebisnis co-working space.

Sementara dalam catatan Kompas.com, terdapat 25 pelaku bisnis co-working space. Di antaranya UnionSpace, Konklav, WorkOut, dan EV Hive. 

Terbaru adalah WeWork dari Amerika Serikat yang langsung membuka tiga gerai sekaligus di Gama Tower, Revenue Tower, dan Sinarmas MSIG.

Sejumlah pengembang secara agresif merambah daerah.KOMPAS.com/RAM Sejumlah pengembang secara agresif merambah daerah.
Director Market Jones Lang LaSalle Albert DW menggambarkan fenomena ruang kerja bareng ini sebagai kue tart ukuran besar yang demikian seksi.

Kendati pasar perkantoran konvensional mengalami perlambatan akibat melubernya pasokan, namun masa depan ruang kerja bersama ini dinilai cerah.

"Pasarnya sangat seksi. Ini karena telah terjadi perubahan tren yang demikian masif. Pasar, terutama start up tidak lagi menginginkan ruang perkantoran konvensional. Sementara co-working space  menawarkan hal baru," terang Albert.

Hal baru yang dimaksud adalah dukungan usaha atau business support, jaringan bisnis (networking), komunitas, dan waktu kontrak sewa pendek hingga maksimal dua tahun. 

Berbeda dengan virtual office atau service office yang tidak didukung komunitas dan jaringan. Mereka yang berkantor di kedua jenis properti dengan konsep ini dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri.

Namun demikian, kata Albert, untuk bisa menjadi incaran para pengusaha rintisan, co-working space juga harus punya nilai tambah, yakni fleksibilitas, aksesibilitas, konektivitas, dan ketepatan waktu.

"Saat satu perusahaan mau relokasi dari kantor konvensional, co-working space harus bisa menyediakan ruang yang dibutuhkan saat itu juga," jelas Albert.

co-working space KolegaGoogle Plus co-working space Kolega
Empat faktor di atas, tambah Albert, yang menjadikan Koléga terus berkembang. Hingga akhir 2018 mereka akan mengembangkan 8 gerai baru sehingga total 16.

Gerai ini tersebar di Jakarta Pusat, Bandung, Bali, Surabaya, dan Medan dengan keanggotaan komunitas aktif 700 dari total 5.000 yang terdaftar.

Hal ini dibenarkan Rafi. Bahkan, pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 Koléga akan bertumbuh menjadi 45 gerai. 

Beberapa lokasi masih dalam proses negosiasi. Jadi investasi terus bertambah. Obsesinya punya 200 gerai.

"Saya tak sekadar membangun bisnis dengan jaringan luas, juga social entrepreuneur. Banyak start up  yang membutuhkan kapital, jaringan, dukungan bisnis. Kami memfasilitasinya," tambah Rafi.

Ke-200 gerai itu terdistribusi di kota-kota dengan industri kreatif potensial di seluruh Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau