Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Indonesia, Tren Batu Alam Sudah Dimulai Sejak 48 Tahun Lalu

Kompas.com - 02/07/2018, 11:30 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Batu alam telah lama menjadi salah satu elemen dekoratif  untuk rumah, gedung, atau bangunan lainnya.

Selain elemen dekoratif, batu alam berfungsi sebagai material dasar dinding dan lantai. Banyak juga yang menggunakan material ini sebagai penghias taman. 

Penempatan batu alam memberikan kesan alamiah pada hunian. Bentuk, tekstur, dan motifnya mampu membuat suasana ruang berubah sejuk alami.

Baca juga: Percantik Jalur Pedestrian, MRT Jakarta Impor Batu Alam dari China

Dalam pemasangan batu alam bisa menghasilkan beragam pola dan tampilan. Batu alam dapat dipasang dengan pola seperti batu bata dinding, kotak-kotak bujur sangkar, dan susun sirih.

Pemasangan pola batu alam dapat disesuaikan dengan keinginan atau sesuai dengan karakter batu yang dipakai.

Harian Kompas, 11 Juli 1973, mencatat pada dekade 70-an tren batu alam mulai masuk ke dunia arsitektur di Indonesia.

Batu alam mulai dikenal sebagai salah satu penghias di dinding-dinding rumah. Biasanya batu yang dipakai berwarna putih atau kuning. Ada juga yang berkelir hitam dan hijau.

Pada tahun-tahun tersebut, batuan alam banyak diambil dari berbagai daerah seperti Jogja, Cirebon, Bandung, Sukabumi, Pelabuhan Ratu, dan Bogor. Sebagian besar diambil dari Cirebon.

Cara mengambilnya juga masih sederhana, yakni dengan menggunakan linggis.
Batu-batu alam tersebut memiliki beragam corak, mulai dari batu-batu koral laut sampai batu gunung.

Sama seperti saat ini, batu-batu koral laut pada tahun tersebut juga sudah dipakai sebagai elemen penghias rumah dan kolam.

Uniknya masyarakat dapat menemukan dan membeli batu koral laut seukuran kepala bayi. Batu koral besar tersebut dijual per buah dengan harga antara Rp 35 hingga Rp 30.

Selain batu koral, ada juga batu sempur. Batu sempur atau batu “kayu” saat ini digunakan sebagai penghias akik.

Namun pada tahun 1970-an batu sempur sudah digunakan sebagai penghias, bukan hiasan akik tentunya, namun menjadi dekorasi rumah dan gedung.

Batu bercorak artistik yang menyerupai sepotong batang kayu kering ini diambil dari daerah Banten.

Menurut keterangan, benda ini diduga berasal dari kayu hutan yang telah mengering dan membatu selama ribuan hingga jutaan tahun.

Harganya beragam, mulai dari Rp 4.000 sampai Rp 5.000 untuk batu dengan tinggi sekitar 1,5 meter.

Pada zaman itu, batu yang berasal dari Bandung atau Sukabumi dihargai Rp 750 sampai Rp 600 per meter.

Untuk batu yang berasal dari Jogja, karena kulitasnya kurang bagus dan tidak dapat menyesuaikan dengan iklim, hanya dihargai Rp 850. Biaya itu belum termasuk ongkos kirim dengan menggunakan truk. 

Sedangkan harga paling mahal dipegang oleh batu alam dari Cirebon dengan Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per meternya.

Dapat disebutkan, Hotel Indonesia, Gedung Pertamina dan Bina Graha merupakan bangunan megah yang memulai penggunaan tren batuan alam dalam dekorasinya, seperti dikutip dari Harian Kompas, 1 Mei 1970.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau