SEATTLE, KOMPAS.com - Kedai kopi ternama asal Amerika Serikat, Starbucks, tergulung badai ritel. Perusahaan mulai berhemat imbas rontoknya penjualan.
Diwartakan CNN Money, Rabu (19/6/2018), Starbucks bersiap menutup 150 gerainya di seantaro Negeri Liberty. Angka itu mencapai tiga kali lipat dari penutupan normal yang dilakukan Starbucks.
Penutupan diprioritaskan pada wilayah dengan jumlah toko Starbucks yang sudah terlampau banyak.
Seiring pengumuman ambruknya ratusan gerainya, saham Starbucks ikut terguling. Pada Selasa (19/6/2018), saham mereka terjun 3,5 persen.
Starbucks melansir, hingga Juni 2018, penjualan produk Frappucino telah melorot 3 persen. Padahal, pada 2017 silam, penjualannya meningkat 4 persen.
"Performa bisnis kami tidak mencerminkan potensi terbaiknya. Ini sungguh tak wajar," ungkap Chief Executive Officer Starbucks Kevin Johnson.
Menurut Kevin, langkah tangkas mesti diambil Starbucks untuk memulihkan kepercayaan konsumen.
"Pada kuartal terakhir, kami mendapat guncangan akibat kasus rasial di Philadelphia. Ini berpengaruh besar terhadap tumbangnya toko-toko," cetusnya.
Sekadar informasi, akibat aksi rasial oknum karyawannya, Starbucks menutup 8.000 tokonya di Amerika Serikat pada akhir Mei lalu. Seluruh karyawan mendapatkan pelatihan akan pentingnya keberagaman.
Dengan membuka terlalu banyak toko di suatu tempat, penjualan produk menjadi bersifat kanibal. Ini menjadi peluang bagi restoran maupun kafe lain untuk menyalip dominasi Starbucks.
"Kami meyakini (kelebihan unit) merupakan contoh baik kasus kelebihan kapasitas di industri ritel," ucap John Zolidis dari Quo Vadis Capital, seperti dilansir Reuters, Sabtu (3/2/2018).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.