Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transportasi Publik di Manila Bak Mimpi Buruk

Kompas.com - 02/06/2018, 15:05 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pengalaman merasakan transportasi publik di suatu negara merupakan sesuatu yang berharga bagi orang tertentu.

Demikian halnya dengan Drew Binsky, seorang travel blogger asal Amerika Serikat dan pemroduksi konten video dengan jutaan penonton di Youtube.

Dia mengatakan, mencoba transportasi publik, seperti kereta komuter dan bus, bisa menimbulkan kekaguman di dalam dirinya.

“Saya punya obsesi tersendiri tentang transportasi publik. Ketika saya baru berkunjung ke suatu kota, hal pertama yang saya coba rasakan adalah sistem kereta komuternya. Hal itu membuat saya mengenal lebih dalam mengenai budaya, masyarakat, dan jiwa dari suatu bangsa,” ucap Binsky dalam salah satu videonya yang ditayangkan di Youtube.

Dia mengatakan, kota besar di Asia yang penduduknya lebih dari 10 juta jiwa seharusnya memiliki sistem transportasi yang efisien dan bisa digunakan oleh semua orang. Seperti yang dia temui di Taipei, Seoul, Bangkok, Hongkong, Singapura, Beijing, Tashkent, Shanghai, dan bahkan di Jerusalem.

Menurut dia, kota-kota tersebut memiliki sistem kereta komuter yang sempurna, tidak hanya untuk orang tertentu, tetapi bisa dimanfaatkan oleh semua kalangan dengan mudah.

Namun, lain halnya dengan Manila, ibu kota Filipina. Saat berada di sana, ujar Binsky, dia merasa menghadapi satu masalah besar dan kompleks.

Sebagai contoh, saat dia melihat rel yang seharusnya dilewati kereta tetapi malah ditempati orang-orang untuk berjualan aneka barang.

Saat kereta lewat pun bunyi klaksonnya sangat keras dan berisik sehingga kita tidak bisa berbicara dan mendengarkan suara orang lain.

“Lalu lintasnya adalah salah satu yang terburuk di dunia. Butuh waktu 2 sampai 3 jam untuk menempuh perjalanan 15 kilometer menggunakan mobil, itu pun jika Anda beruntung,” kata pria yang memiliki ribuan pengikut di media sosial dan pembaca di blognya itu

Sebenarnya sistem kereta komuter atau mass rapid transit (MRT) sudah ada di Manila sejak 20 tahun lalu, tetapi kondisinya menyedihkan. Bagi dia, masih lebih baik duduk dalam kemacetan daripada berada di dalam MRT.

“Panas, bau, dan padat penumpang. Begitulah situasinya. Tidak terlihat pula toilet, sarana kebersihan dan kesehatan, iklan komersial, atau apa pun yang bisa membuat kondisinya lebih nyaman dan menyenangkan,” tutur Binsky.

Petugas pun hanya menjual tiket satu arah, bukan pergi pulang. Saat jam sibuk, perilaku penumpangnya sangat agresif. Hal itu yang menyebabkan dibuatnya kereta khusus wanita karena sebelumnya sering jadi korban kerasnya pergerakan penumpang pria.

Mungkin Anda bertanya-tanya, apakah buruknya kondisi MRT di Manila karena kurangnya kucuran dana unuk mengelolanya? Pada tahun 2012, menurut dia, miliaran peso atau ratusan miliar rupiah telah digelontorkan untuk mengembangkan sistem MRT.

“Pemerintah membangun sejumlah stasiun baru dan menyediakan 48 rangkaian kereta baru. Namun, entah kenapa, semua fasilitas itu tidak terpakai sampai sekarang dengan alasan kendala teknis dan kesalahan desain. Bagaimana itu bisa terjadi pada 248 kereta?” tanya Binsky.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau