STOCKHOLM, KOMPAS.com – Peritel asal Swedia, H&M, tengah menghadapi masa kelam. Hal itu menyusul redupnya torehan kinerja teranyar mereka.
Melansir Reuters, Kamis (29/3/2018), H&M melaporkan penurunan laba kuartal pertama 2018 hingga lebih dari setengah dibandingkan periode sebelumnya. Angka persisnya adalah sebesar 61 persen.
Laba sebelum pajak tiga bulanan terbaru H&M merosot menjadi 154 juta dollar AS (Rp 2,1 triliun).
Menyusul capaian kurang menggembirakan tersebut, saham H&M sontak rontok. Saham peritel tersohor itu melorot 6,4 persen dan menyentuh posisi terendah dalam 13 tahun terakhir.
Baca juga: Penjualan Toko Terus Melorot, H&M Mulai Menyerah?
Prahara yang melanda H&M membuat manajemen mengambil langah kuda. Mereka tak ingin semakin tergulung ombak ganas ritel.
"Tahun 2018 adalah tahun transisi untuk kelompok H&M. Kami ingin mempercepat transformasi sehingga dapat memetik keuntungan maksimal dari digitalisasi,” cetus Chief Executive H&M Karl-Johan Persson.
Upaya itu sekaligus menghabiskan bertumpuknya stok produk tidak laku terjual.
Asal tahu saja, akibat tsunami ritel, H&M menimbun stok mati hingga 4,3 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 59 triliun.
Baca juga: Tragis, H&M Punya Stok Mati Senilai 15 Kali Anggaran Trans Papua
Besarnya stok tidak laku itu menimbulkan pertanyaan dari sejumlah analis terkait kompetensi manajemen H&M dalam menjalankan bisnisnya.
Utamanya, mencakup keluwesan H&M beradaptasi dengan situasi bisnis ritel dan tren fesyen saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.