Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Jurus Peritel Jepang Cegah Aksi Tutup Toko?

Kompas.com - 23/01/2018, 13:00 WIB
Haris Prahara

Penulis

Sumber Reuters

TOKYO, KOMPAS.com – Ritel Jepang cenderung jauh dari hiruk-pikuk aksi tutup toko. Lantas apa jurus peritel Negeri Sakura untuk bertahan di tengah redupnya bisnis ritel?

Rupanya, faktor kunci menghadapi kelesuan ritel adalah penetapan harga jual produk. Peritel Jepang melihat harga lebih rendah sebagai hal penting untuk menarik konsumen Jepang yang dikenal hemat.

Peritel tersohor negara itu, Aeon, mengatakan, penurunan harga produk mereka mampu mendorong kenaikan penjualan pada 2017 silam.

Mereka juga telah mengumumkan rencana pemotongan harga pada 100 produk sehari-hari, dari roti hingga detergen. Rata-rata pemangkasan mencapai 10 persen harga saat ini.

"Kompetitor kami rajin memantau harga pesaing dan menurunkan harga mereka sebagai tindak lanjut,” ujar Presiden Aeon Retail Soichi Okazaki, dilansir Reuters, Senin (15/1/2018).

“Jika kami tidak melakukan hal yang sama, kami bisa kalah,” cetus dia.

Deflasi dipandang sebagai alasan utama ekonomi Jepang lambat pulih dari ledakan “gelembung ekonomi” pada era 1990-an.

Konsumen menahan diri untuk berbelanja dan perusahaan juga memotong harga, yang menimbulkan harapan bahwa harga akan terus turun.

Baca juga: Inikah Awal Runtuhnya Kedigdayaan Ritel Amerika Serikat?

Langkah menahan harga jual turut dilakukan Fast Retailing Co Ltd, produsen pakaian Uniqlo.

Peritel yang produknya mulai mengemuka pada era deflasi Jepang itu, belajar dari pengalaman pahit masa lalu mereka. Pada 2014, penjualan Uniqlo merosot setelah menaikkan harga produknya.

Pekan lalu, Uniqlo mengumumkan rekor keuntungan pada kuartal pertama fiskal sebagai dampak penjualan level internasional yang kuat. Meski begitu, peritel itu mengatakan jika beberapa data menunjukkan masih enggannya konsumen untuk membeli secara berkelanjutan.

"Konsumen masih sangat ketat mengenai harga, jadi kami tidak bisa terlalu optimistis," kata Chief Financial Officer Takeshi Okazaki.

Irit

Banyak konsumen menahan berbelanja karena upah mereka belum meningkat dengan baik, meskipun perusahaan di Jepang tengah berada di kondisi keuangan baik akibar keuntungan yang kuat.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah mendorong perusahaan menaikkan upah sedikitnya 3 persen dalam negosiasi tahunan Maret mendatang dengan serikat pekerja. 

Sejauh ini, segelintir perusahaan telah memberi isyarat akan menaikkan gaji karyawan. Itu dilakukan karena mereka mengalami kekurangan tenaga kerja akibat menuanya piramida penduduk Jepang.

Ilustrasi uangpsphotograph Ilustrasi uang
Upah rata-rata pekerja paruh waktu dan kontrak meningkat lebih cepat daripada pekerja yang digaji. Hal itu cukup membantu mempersempit kesenjangan gaji di Jepang.

Akan tetapi, sejumlah perusahaan kemungkinan hanya akan menaikkan gaji pegawai penuh waktu sebesar 2 persen, sama seperti tahun lalu.

"Karyawan mungkin mendapatkan bonus lebih besar, tetapi gaji pokok tidak terlalu tinggi. Ini membuat masyarakat enggan membayar lebih untuk kebutuhan sehari-hari,” papar Yoshimasa Maruyama, Kepala Ekonom SMBC Nikko Securities.

"Kami melihat harga di supermarket dan semacamnya juga belum akan meningkat,” tuntasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau