Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ritel Australia Anjlok, Ini Penjelasan PM Turnbull

Kompas.com - 07/10/2017, 12:16 WIB
Haris Prahara

Penulis

KompasProperti – Terpuruknya kondisi ritel turut menarik perhatian Perdana Menteri (PM) Australia Malcolm Turnbull. Ia segera angkat bicara. Seperti apa penjelasannya?

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik Australia (ABS) baru saja merilis data mutakhir terkait kondisi ritel Australia. Hasil publikasi menunjukkan, telah terjadi penurunan penjualan ritel selama dua bulan berturut-turut yaitu pada Juli dan Agustus.

Penurunan sebesar 0,6 persen pada Agustus lalu merupakan angka terburuk selama kurun waktu empat tahun terakhir. 

Pada bulan sebelumnya, juga telah terjadi penurunan sebesar 0,2 persen. Akumulasi penurunan 0,8 persen tersebut menjadi penurunan back to back terbesar sejak 2010 silam.

Baca juga: Setelah Singapura, Giliran Ritel Australia Terguncang

Kondisi terseoknya ritel tentu membuat publik negeri kanguru tercengang. Tak terkecuali, PM Malcolm Turnbull.

Turnbull menganggap rendahnya pertumbuhan pendapatan masyarakat sebagai biang keladi goyahnya ritel Australia.

"Sementara kita merasakan pertumbuhan yang baik dalam penciptaan lapangan kerja, kita juga mesti mendorong pertumbuhan upah yang lebih kuat," ujar Turnbull seperti dilansir The New Daily, Jumat (6/10/2017).

Menurut dia, pendapatan masyarakat akan meningkat secara alami tatkala tingkat pengangguran turun. "Itulah mengapa pertumbuhan ekonomi begitu penting,” cetusnya.

Presiden Joko Widodo dan PM Malcolm Turnbull ber-selfie di pelabuhan Sydney, akhir Februari 2017.

VIA Twitter, Triawan Munaf @triawan Presiden Joko Widodo dan PM Malcolm Turnbull ber-selfie di pelabuhan Sydney, akhir Februari 2017.
Ia menambahkan, tingginya tagihan energi turut menjadi penyebab lesunya penjualan ritel di negeri federal tersebut.

Sementara itu, sejumlah ekonom memandang anjloknya sektor ritel tak lepas dari faktor kenaikan hutang rumah tangga dan juga harga rumah yang mereda.

Jika ditilik lebih lanjut berdasarkan data ABS, perdagangan ritel Agustus merosot paling banyak pada konsumsi media massa dan buku sebesar 2,3 persen.

Selain itu, ada pula faktor konsumsi makanan yang melorot 1,8 persen dan ritel barang elektronik dengan penurunan sebesar 1,6 persen.

Tidak ada negara bagian Australia yang berhasil selamat dari tren penurunan ritel tersebut. Adapun penurunan terbesar berlangsung di kawasan New South Wales serta Victoria dengan angka 0,8 persen.

Menyedot perhatian

Hubungan antara pertumbuhan upah rendah, lemahnya pengeluaran, dan lambatnya pertumbuhan ekonomi telah menjadi perhatian luas pelaku industri Australia dalam beberapa bulan terakhir.

Chief Executive Officer (CEO) Commonwealth Bank Ian Narev mengatakan, pertumbuhan upah adalah "metrik nomor 1" yang semestinya betul-betul diperhatikan pemerintah Australia.

Hal itu dilandasi pemikiran bahwa setiap penurunan belanja konsumen, khususnya dari golongan kurang mampu, memiliki konsekuensi besar bagi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Saat ini saja, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 57 persen dari pertumbuhan ekonomi Australia.

Richard Holden, seorang ekonom dari University of New South Wales, mengatakan, penurunan belanja konsumen bagaikan "berputar dalam lingkaran setan".

"Jika Anda memiliki lebih banyak penurunan pada belanja konsumen, Anda akan melihat kontraksi di sisi bisnis. Ini akan mengalir langsung ke investasi serta ekspansi bisnis, dan tentunya memiliki efek multiplier (berlipat),” paparnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Ritel Australia Russell Zimmerman menambahkan, kenaikan biaya energi, tingginya beban pajak, dan kurang fleksibelnya sistem upah merupakan pekerjaan rumah krusial bagi pemerintah.

Jika hal itu dapat teratasi, tentunya diharapkan ritel Australia dapat bergairah kembali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com