SLEMAN, KOMPAS.com – Wadah penampungan yang menghadap ke langit terlihat di halaman rumah Frederico di Sleman, Yogyakarta. Ia membuat instalasi pengolahan air hujan itu supaya bisa mengkonsumsi air minum tanpa harus memasak atau membeli.
Rico, begitu sapaan akrabnya, yang berprofesi sebagai desainer interior sudah tiga tahun terakhir menampung dan mengolah air hujan menjadi air yang dapat dikonsumsi keluarganya sehari-hari. Termasuk, di saat kemarau.
“Saya bikin instalasi rumah tangga ini dan berharap bisa semakin disebarluaskan ke rumah-rumah lain,” ujar Rico, Kamis (10/08/2017).
Melalui wadah, pipa dan penyaringan, kemudian alat listrik, air hujan bisa diolah dengan metode elektrolisa alias disetrum dan menjadi air minum.
Rico mengatakan, persiapan alat-alat tersebut hanya memakan waktu 15 menit.
“Jadi ini bisa di produksi sendiri dan tidak sulit. Kurang lebih biayanya Rp 300.000,00 dan untuk alat listriknya saya terbuka untuk mengajarkan (ke orang-orang sekitar) yang mau,” kata Rico.
Awalnya, ia membuat percobaan alat ini pada Oktober 2014 bersama komunitas yang sama-sama ingin mengolah air hujan untuk dapat dikonsumsi, yakni Komunitas Banyu Udan.
Selama mengkonsumsi ‘air setrum’ itu, Rico dan keluarga mengaku mendapat manfaat yang lebih banyak dibanding air biasa. Misalnya, anak-anaknya menjadi jarang sakit. Salah seorang anak Rico, Patricia Karina, merasakan dengan mengonsumsi air itu ia jadi kuat begadang.
Ketika mengukur kandungan unsur mineral dalam air tersebut atau Total Dissolved Solid (TDS), menunjukkan angka 18 yang berarti kadar kandungan mineral air yang diolah memang sangat rendah.
Pengolahan air dengan penyetruman ternyata menghasilkan kualitas air yang baik. Sebab, air yang mengandung unsur mineral terlalu tinggi tidak baik untuk kesehatan.
World Health Organization (WHO) bahkan menetapkan standar TDS air yang layak dikonsumsi ada dalam kisaran 60-10.
“Ini sangat bagus untuk diolah, dengan dielektrolisa ini nanti dipisahkan asam dan basa. Yang biasa kita minum yang basa, karena fungsinya untuk melarutkan (dalam tubuh)," katanya.
Dalam mengolah air, Rico menyiapkan dua wadah penampungan air minum, yang sebenarnya mereka tersambung. Wadah air di sini kiri, menampung air dengan kadar asam lebih tinggi. Sedangkan, wadah yang di kanan mengandung air dengan kadar basa lebih tinggi.
Bila air yang kadar basanya tinggi habis karena diminum, ia menambahkan air hujan yang sudah disaring ke tempat yang asam.
“Jadi, misalnya terlihat tinggi air asam-basa hanya sejajar, tapi nanti yang basa akan bergeser lebih tinggi dari asam. Artinya yang basa ini lebih ringan dari asam, karena kandungan yang asam lebih berat makanya TDS-nya lebih rendah,” papar Rico.
Instalasi ‘air setrum’ ini sempat akan dipakai di rumah susun di Jakarta. Ada instalasi model lain yang terintegral dan memiliki penghitung waktu (timer) yang dapat digunakan di apartemen atau rumah susun. Namun, rencana itu belum pasti karena pergantian peride pemerintahan yang akan berdampak pada kebijakan.
Menurut Rico, air tersebut memang membawa banyak manfaat dan istimewa bagi keluarganya. Ia pun tak pelit berbagi dengan tetangganya. Sebab itu, dia memasang instalasi air di luar rumah agar tetangganya bisa minum air olahannya.
“Walau sedikit yang penting bisa berbagi dan berguna bagi orang lain. Makanya, Saya buat ini dan bikin pelatihan juga (supaya ada yang bisa membuat instalasinya secara mandiri),” ujar Rico.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.