KompasProperti – Negeri Tirai Bambu, China, berambisi membangkitkan kembali Jalur Sutra yang digdaya sebagai jalur perdagangan dunia masa lalu. Mungkinkah hal tersebut dapat terwujud?
Sekitar 2.000 tahun silam, Jalur Sutra menjadi penghubung antara benua-benua, mulai dari Asia, Eropa, hingga Afrika. Sejarah turut mencatat kenangan indah masa lampau China dengan hadirnya jalur perdagangan tersebut.
Menghubungkan ribuan mil, Jalur Sutra menjadi saksi kemajuan peradaban manusia. Tak lupa, jalur itu membuktikan bahwa insan manusia dapat menjalin persahabatan meskipun berbeda negara dan karakteristik personal. Sebuah perwujudan dari kesetaraan dan perdamaian dunia.
Sadar atas kisah manis nostalgis tersebut, China tergugah untuk menggelorakan kembali Jalur Sutra. Terutama, melalui dua sumbu utama, yaitu Silk Road Economic Belt (Jalur Sutra Darat) serta 21st Century Maritime Silk Road (Jalur Sutra Laut).
Menurut Belt and Road Action Plan yang diluncurkan pemerintah China pada 2015, inisiatif tersebut bertujuan membangkitkan hubungan perdagangan China dengan negara lain, terutama melalui sarana infrastruktur.
(Baca juga: Ketika Jalur Sutra Bertemu Poros Maritim)
Presiden China, Xi Jinping, telah mengumumkan rencana ambisius itu sejak 2013 lalu. Ia menaruh harapan besar agar pengaktifan kembali Jalur Sutra dapat betul-betul terwujud.
"Ini (Jalur Sutra) adalah harapan kami. Melalui pembangunan jalur darat dan laut, kami akan menampilkan kekuatan ekonomi baru untuk pertumbuhan dunia, membangun sarana baru bagi pembangunan global, dan menyeimbangkan globalisasi ekonomi sehingga umat manusia akan bergerak pada jalan yang sama," papar Xi Jinping seperti dikutip Reuters, Senin (15/5/2017).
Tak tanggung-tanggung, pemerintah China dikabarkan siap menggelontorkan dana sebesar 900 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 1.000 triliun untuk menyukseskan proyek tersebut.
Di balik potensi Jalur Sutra terhadap perdagangan dunia, berbagai negara memandang remeh upaya China tersebut. Bahkan, ada pula negara yang justru menaruh curiga terhadap niat geopolitik negara pemilik Tembok Raksasa itu.
Seperti dilansir laman World Economic Forum, Senin (26/6/2017), berikut sejumlah hal di balik ambisi China mengaktifkan Jalur Sutra:
1. Mengapa China melakukannya?
Salah dorongan kuat dari aktivasi Jalur Sutra adalah menumbuhkan perdagangan global. Daerah dalam negeri China juga diharapkan mendapat manfaat, terutama daerah perbatasan di bagian barat, seperti Xinjiang.
Manfaat ekonomi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, mungkin akan bangkit signifikan dengan hadirnya Jalur Sutra.
Namun, hal yang masih tanda tanya adalah betulkah upaya aktivasi jalur itu semata-mata demi kepentingan ekonomi China saja?
Kepentingan ekonomi yang mungkin dapat diperoleh China dari perdagangan masa depan itu adalah kemapanan perusahaan transportasi dan telekomunikasi. Dua bisnis China yang memang tengah bertumbuh menjadi merek global.
2. Negara mana yang akan memetik manfaatnya?
Menurut Credit Suisse, hadirnya Jalur Sutra akan membuat 62 negara meraih total investasi hingga 500 miliar dollar AS dalam lima tahun ke depan. Dari estimasi itu, sebagian besar investasi tersalur ke India, Pakistan, Indonesia, Filipina, Iran, Rusia, dan Mesir.
Sementara perusahaan China telah melaju beberapa langkah dalam sektor energi, seperti jaringan pipa migas antara China dan Rusia, serta Kazakhstan dan Myanmar. Proyek jalan dan infrastruktur juga tengah berlangsung di Ethiopia, Kenya, Laos dan Thailand.
Apabila Jalur Sutra berfungsi kembali, negara yang diprediksi akan meraih banyak keuntungan adalah Pakistan.
Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif mengatakan, rute perdagangan Jalur Sutra merupakan “era baru kerja sama sinergis antarbenua".
Pujian yang tak mengherankan dari sebuah negara yang kerap mendapat sokongan dana dari China untuk pembiayaan jalan-jalan baru, jembatan, dan proyek infrastruktur lainnya.
3. Siapa menentang kehadiran Jalur Sutra?
Mungkin, kritikus paling vokal sejauh ini adalah Perdana Menteri India Narendra Modi. Sejak awal, ia memang menentang keras hadirnya kerja sama Koridor Ekonomi China-Pakistan senilai 46 miliar dollar AS.
Bahkan, Modi turut memboikot Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Jalur Sutra di Beijing beberapa waktu silam.
Modi memang bukan satu-satunya pemimpin yang absen dari pertemuan tersebut. Pada KTT itu tak ada perwakilan dari Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, atau negara-negara Kelompok Tujuh (G7). Satu-satunya wakil G7 yang hadir adalah Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni.
"Meskipun sejumlah negara menyambut kemurahan hati Beijing, secara bersamaan mereka mewaspadai hal itu. Pengaruh China yang semakin kuat adalah kekhawatiran bagi negara-negara yang tidak selalu sesuai dengan kebijakan Beijing," jelas Paul Haenle, Direktur Pusat Kebijakan Global Carnegie-Tsinghua.
4. Pihak mana yang akan membiayai proyek itu?
Menjelang KTT Jalur Sutra pada Mei lalu, China Development Bank telah menyiapkan hampir 900 miliar dollar AS untuk lebih dari 900 proyek.
Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), yang diluncurkan pada Januari 2016, juga menyiapkan modal dasar sebesar 100 miliar dollar AS.
Presiden AIIB Jin Liquin memastikan bahwa pihaknya siap mendukung proyek One Belt One Road, asalkan tiga syarat telah terpenuhi.
Syarat itu adalah kepastian Jalur Sutra akan mendorong pertumbuhan ekonomi, diterima masyarakat luas, dan mematuhi undang-undang lingkungan.
(Baca: Indonesia Siap Kerja Sama dalam Prakarsa "Belt and Road")
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.