JAKARTA, KompasProperti - Puluhan bus Transjakarta berhenti dan diparkir di sepanjang Jalan KH Hasyim Ashari, sebelum Halte Harmoni, Jakarta Barat, Senin (12/6/2017) siang.
Diparkirnya bus Transjakarta ini merupakan bagian dari aksi mogok kerja para petugas Transjakarta. Arus lalu lintas pun tersendat. Selain itu, penumpang diturunkan di tengah jalan.
"Mohon maaf, Bapak, Ibu, layanannya stop sampai di sini saja ya. Ada demo," kata seorang petugas transjakarta di dalam bus koridor 3 Kalideres-Pasar Baru.
Penumpang yang kebanyakan orangtua dan anak muda itu kecewa atas aksi ini. Namun, mereka hanya bisa protes dan sesekali marah sembari turun dari bus.
"Bagaimana sih, kalau mau demo, harusnya pemberitahuan dulu dari kemarin. Kayak begini kan nyusahin orang," kata seorang ibu dengan nada tinggi.
Baca: Petugas Transjakarta Demo, Penumpang Disuruh Turun di Tengah Jalan
Terkait aksi mogok ini pengamat tata ruang Universitas Indonesia Andy Simarmata menegaskan, hal ini merupakan buruknya pengelolaan urban mobility setingkat metropolitan Jakarta.
Seharusnya, kata Andy, petugas Transjakarta dan perusahaan yang menaunginya mengedepankan layanan publik.
Publik tidak harus tahu bagaimana masalah internal Transjakarta, yang penting layanan harus baik.
Selain itu, paling penting buat publik adalah, ketika salah satu moda transportasi publik bermasalah, telah disediakan alternatifnya.
Mengelola urban mobility setingkat metropolitan harus sinkron antara mass dengan individual transport, atau antara formal dan para transit.
"Jangan sampai Jakarta jadi kota 'uber' atau 'gojek' ke depannya, karena pengelolaannya seperti ini. Akhirnya publik memilih transportasi online," tutur Andy kepada KompasProperti, Senin (12/6/2017).
Lagi pula seharusnya, sebelum demo mogok, ada pemberitahuan lebih dulu minimal 1 atau 2 hari.
Menurut dia, di kota-kota negara maju seperti London, Paris, dan Barcelona, operator atau karyawan mogok itu diinformasikan jauh-jauh hari.