KompasProperti - Maju kena, mundur kena. Bak mengikuti pepatah itulah pebisnis rumah bsubsidi melakoni usahanya. Permintaannya paling tinggi, tapi mengurusnya tidak gampang. Biaya produksinya tinggi, bahkan sering tak imbang dengan harga jual.
"Bisnis rumah subsidi itu bagus. Demand-nya memang di situ. Bagus dengan segala kendala yang ada. Tidak simpel memang, sebab kita harus cocokkan RTR-nya, tanahnya juga harus dibeli dan prosesnya tidak gampang. Semua itu murni harus kita sendiri yang kerjakan," ujar Managing Director PT Sri Pertiwi Sejati Group (SPS Group), Asmat Amin, kepada Kompas.com, Jumat (12/5/2017).
Tak hanya itu. Menurut Asmat, rentetan lainnya untuk dijadikan pertimbangan masih panjang.
"Kita harus lihat juga aksesnya, 24 jam atau enggak. Lalu, ada airnya atau enggak, kalaupun ada air, apakah bisa dikonsumsi atau tidak. Dari situ kita berpikir, ada PDAM atau tidak. Kalau tidak, matilah kita. Tidak visible dong jadinya," kata Asmat.
Toh, dia tetap berpegang teguh bahwa bisnis rumah subsidi adalah kerja ibadah, di samping dia juga membangun banyak rumah komersil. Baginya, dibanding berbisnis rumah komersil, tantangan tersendiri bisa menyiapkan hunian bagi orang banyak yang masuk dalam kategori MBR atau masyarakat berpenghasilan rendah.
Prinsip itu dipegangnya dan terbukti berbuah banyak prestasi sebagai pengakuan “keberanian” dirinya berkomitmen membangun banyak rumah untuk MBR.
Pada 2015 lalu SPS Group menerima penghargaan BTN Property Award 2015, yaitu Peringkat I Kategori Realisasi Kredit KPR Subsidi Terbanyak Tingkat Nasional. Di tahun itu juga Perbanas Award 2015 mendapuk SPS sebagai Penyedia Perumahan Terbanyak Tingkat Nasional.
Asmat sendiri juga dinobatkan sebagai “Inspiring Person 2015” di acara Residence Indonesia Award (Reward 2015). Dalam catatan Asmat, itu adalah penghargaan kedua yang diberikan Bank BTN.
Sebelumnya itu, tepatnya pada 2010, SPS juga mendapat piagam penghargaan sebagai pengembang dengan Kontribusi Terbesar Dalam Penjualan Rumah Melalui KPR BTN.
"Maunya bikin rumah subsidi atau rumah murah itu dekat dengan tengah kota, tapi apa daya, memang tak mungkin. Saya paham kemauan banyak orang, tapi harga tanahnya di tengah kota, bahkan yang dekat tengah kota saja sudah melambung tinggi. Mau dijual berapa," ujar Asmat
Tak gampang menyerah
Sulitmembuat semua orang senang. Tapi, untuk urusan membangun rumah subsidi, menurut Asmat, setidaknya masyarakat yang masuk dalam kategori MBR bisa memiliki rumah sendiri.
"Prinsipnya kita cari yang tak jauh dari pusat kota, tapi masih terjangkau. Kurang lebih 15 kilo-lah dari pusat kota," kata Asmat, lelaki kelahiran Bekasi, 15 Februari itu.
Jalan hidupnya sendiri tak semulus jalan tol saat terjun ke bisnis properti. Kemauannya yang kuat dan tak gampang menyerah telah membuat perusahaannya, SPS Group, terus berkibar sampai sekarang.
Bermula dari bisnis genteng yang luluh lantak dihantam krisis ekonomi tahun 1997, Asmat banting setir. Krisis tak membuatnya kapok, apalagi sampai berbalik badan dari bisnis.