Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekspansi Komersial Berpotensi "Hancurkan" Mekkah

Kompas.com - 20/03/2017, 21:00 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

MEKKAH, KompasProperti - Proyek skala mega berupa gedung terbesar di Mekkah dan juga Timur Tengah telah mampu menghapus sejarah Islam di sana yang telah bertahan selama lebih dari 1.400 tahun.

The Economist menulis, semua bermula sejak kepemimpinan Gubernur Mekkah Pangeran Khalid bin Faisal Al Saud.

Pangeran Khalid yang sebelumnya menjabat di Provinsi Asir, pada 2007 silam ingin mengganti kegagalan ambisinya.

Dia diketahui memiliki rencana membangun blok-blok menara modern di Kota Abha, namun rencana tersebut urung terlaksana.

Baca: 11 Hotel Mewah Hadir di Kota Suci Mekkah

Meski begitu, Pangeran Khalid menghapus Kota Kuno Abha bersama dengan rumah-rumah lebah yang terbuat dari anyaman kayu dan menggantinya dengan blok-blok bungalow.

Kini, di atas balkon-balkon, dan lengkungan riwaq kota tua Mekkah, Pangeran Khalid kembali ingin merealisasikan misinya tersebut dan tengah mengawasi proyek pembangunan terbesar di Timur Tengah.

Banyak pencakar langit kini melambung tinggi di atas tempat paling suci bagi umat Islam, jauh melebihi batu granit Ka'bah yang ada di bawahnya.

Mesin-mesin penggali telah meratakan bukit yang dulunya menjadi tempat berdirinya rumah istri-istri Nabi Muhammad, sahabat, dan khalifah pertama Abu Bakar Syiddieq.

Tidak hanya pemerintah, para tokoh terkemuka lokal juga tertarik untuk membangun proyek di Mekkah.

Telegraph Seperti ini penampakan bangunan hotel terbesar yang akan resmi beroperasi di Mekkah, Arab Saudi pada tahun depan. Hotel ini memiliki 10.000 kamar, 70 restoran dan berbagai fasilitas lainnya.
Salah halnya adalah Jabal Omar Development yang merupakan konsorsium keluarga dengan investasi ratusan juta dollar Amerikan Serikat (AS) untuk mendirikan dua menara setinggi 50 lantai di lokasi berdirinya rumah khalifah ketiga Utsman bin Affan.

Pembongkaran dan penghancuran, menurut pemerintah setempat adalah harga yang harus dibayar untuk ekspansi properti tersebut.

Baca: Wajah Mekkah Semakin Berubah Komersial

Pada 1950, sebelum semuanya dimulai, 50.000 jemaah haji mengelilingi Ka'bah dan pada musim haji tahun lalu, jumlahnya bertambah menjadi 7,5 juta orang.

Bahkan, dalam tiga tahun ke depan, pemerintah berencana menggandakan jumlah tersebut.

"Tidak ada solusi lain. Cara apalagi yang bisa kita lakukan untuk menampung jutaan jemaah haji?" kata arsitek dan anggota direksi Jabal Omar Development Anas Serafi.

Jatuh korban

Namun, masifnya proyek pembangunan di Mekkah pada akhirnya memakan korban. Belum lepas dari ingatan publik bagaimana 107 jemaah haji menjadi korban atas peristiwa jatuhnya crane di Masjidil Haram pada September 2015 silam.

Baca: Terungkap Desain Hotel Baru untuk Jemaah Haji

Arabnews Sejumlah pekerja konstruksi Bin Laden Group memperhatikan kerusakan di situs lokasi pembangunan komersial akibat jatuhnya crane di Mekkah, Arab Saudi, pada 27 Februari 2016.
Kemudian, dua minggu berselang, 2.000 jemaah haji kembali menjadi korban meninggal setelah harus berdesak-desakan. Dunia pun menyoroti bahaya kurangnya ruang bagi jemaah ketika musim haji tiba.

Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Azis menilai meningkatnya lalu lintas jemaah haji mampu memberikan keuntungan lebih. Tidak hanya bagi harga dirinya, melainkan juga bagi pemasukan negara.

Baca: Setahun Lebih, Korban "Crane" Roboh di Mekkah Belum Terima Kompensasi

Di bawah rencana transformasi pemerintah, devisa dari jemaah haji akan tumbuh bersaing dengan pendapatan dari bisnis minyak.

Sementara itu, miliaran dollar AS telah dihabiskan untuk membangun jalur kereta, area parkir untuk 18.000 bis penunjang transportasi jemaah, dan hotel-hotel guna penginapan mereka.

Bahkan kini, lengkungan emas khas McDonald bersinar di luar gerbang Masjidil Haram.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com