Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangun Kereta Cepat, Thailand-Malaysia Bimbang Pilih China atau Jepang

Kompas.com - 07/02/2017, 15:21 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

KompasProperti - Thailand dan Malaysia memulai pembicaraan tentang pembangunan kereta api berkecepatan tinggi sepanjang 1.500 kilometer yang akan menghubungkan ibu kota kedua negara dan meningkatkan konektivitas regional.

Menteri Transportasi Thailand Arkhom Termpittayapaisiht berharap dapat bertemu dengan rekan Malaysia-nya segera.

"Kami akan membahas bagaimana kami bisa mendapatkan negara-negara asing yang terlibat dalam proyek seperti 'China atau Jepang' atau 'China dan Jepang,'" katanya.

"Tapi Malaysia tampaknya lebih senang pada China," tambah Arkhom.

Rute Bangkok-Kuala Lumpur merupakan bagian besar dari rencana jaringan kereta api pan-Asia.

Awalnya, rencana ini diusulkan oleh mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dalam pertemuan para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara tahun 1995 silam.

Idenya adalah untuk membangun jaringan kereta api yang sepanjang Singapura, ke kota China selatan Kunming, melalui Malaysia, Thailand, Myanmar, Kamboja, Vietnam dan Laos.

Sebagian besar jaringan kereta api yang ada sudah tua dan tidak cocok untuk kereta berkecepatan tinggi.

Pekerjaan modernisasi pun telah dimulai untuk meningkatkan mobilitas orang dan barang serta membantu meningkatkan perekonomian daerah.

"Kota-kota di ASEAN harus dihubungkan dengan rel kecepatan tinggi," kata Arkhom.

Ia menambahkan, tidak seperti rute udara, koneksi kereta api bisa mempromosikan kota di sepanjang jalur kereta api.

TRIBUNNEWS/JEPRIMA Model berfoto dengan miniatur kereta cepat milik China pada pameran Kereta Cepat dari Tiongkok (China) di Senayan City (Sency), Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2015).

Keterlibatan China

Saat ini, konsep kereta cepat identik dengan pemimpin China Xi Jinping, yaitu inisiasi Belt and Road.

Inisiasi tersebut bertujuan menciptakan koridor ekonomi dari Asia ke Eropa dengan mengembangkan rute darat dan maritim.

Keterlibatan China di jaringan transportasi regional semakin meningkat. Sebuah jaringan kereta api antara Kunming dan ibu kota Vientiane Laos sekarang sedang dibangun.

Jaringan ini terhubung dengan jalur lain, yaitu penghubung Nong Khai di sisi Thailand dan perbatasan dengan Bangkok.

Sulit untuk membayangkan Beijing tidak akan jadi pusat perhatian jika Thailand dan Malaysia mencari bantuan untuk kereta api kecepatan tinggi yang direncanakan.

Pada saat yang sama, Jepang juga ingin mengekspor teknologi kereta peluru Shinkansen-nya.

Saat ini, Shinkansen sudah beroperasi di Taiwan dan ada penawaran yang ditandatangani di India dan Thailand.

Pada 2015, Jepang kalah dari China dalam perebutan proyek rel kecepatan tinggi di Indonesia yang membentang sepanjang Jakarta-Bandung.

Jepang dan China juga sedang berlomba-lomba untuk proyek Singapura-Kuala Lumpur, yang akan menjadi proyek kereta api pertama lintas batas kecepatan tinggi di Asia Tenggara.

Pemerintah Singapura dan Malaysia telah sepakat untuk membangun jalur kereta api sepanjang 350 kilometer untuk memulai operasi pada 2026.

Rute Kuala Lumpur-Bangkok yang diusulkan akan memperpanjang jalur melalui Semenanjung Melayu.

Adapun rute yang saat ini dilayani oleh kereta api berkecepatan rendah beroperasi pada ukuran trek 1 meter.

Kereta api berkecepatan tinggi akan membutuhkan satu set baru trek 1,4 meter dengan standar-gauge.

Shutterstock Kereta cepat Jepang, Shinkansen.

Shinkansen sangat mahal

Thailand saat ini memiliki dua proyek kereta api kecepatan tinggi lainnya dalam daftar pembangunan.

Mengenai proyek Shinkansen, Arkhom mengatakan bahwa Thailand berencana untuk mengusulkan investasi melalui perusahaan patungan.

Berdasarkan studi Jepang, biaya yang diusulkan untuk seluruh 670 kilometer menghubungkan Bangkok dan Chiang Mai diperkirakan sekitar 14,2 miliar dollar (Rp 189,36 triliun). Dari angka ini, Arkhom menilai proyek tersebut sangat mahal.

Sementara proyek kereta api China yang menghubungkan perbatasan Laos dan ibu kota Thailand yang mencakup jarak lebih jauh 873 kilometer, hanya membutuhkan biaya 379 miliar baht (Rp 144,2 triliun).

"(Rencana dari) tim Jepang didasarkan pada standar Jepang tapi (kereta api ini) tidak akan berada di Jepang dan kami tidak sekaya orang Jepang," kata Arkhom.

Ia beralasan, Jepang harus berkompromi pada standar selain keamanan, untuk dapat mewujudkan proyek di Thailand.

Sebuah perusahaan patungan akan menjadi "win-win solution" dengan rasio investasi yang masih dibahas lebih lanjut.

Konstruksinya direncanakan berlangsung dalam dua tahap. Pertama, jalur yang menghubungkan Bangkok dan Phitsanoluk dan membentang 380 kilometer, akan mulai pada tahun 2019.

Pekerjaan setelahnya dijadwalkan dimulai setahun kemudian. Seluruh rute ditargetkan selesai pada 2023.

Sementara itu, proyek Sino-Thai akan memulai putaran pertama penawaran untuk konstruksi pada Maret.

Tahun lalu, pemerintah Thailand mengatakan akan membiayai proyek itu, dan fokus hanya pada 250 kilometer antara Bangkok dan kota timur laut Nakhon Ratchasima.

Keputusan ini dilontarkan setelah gagal menyetujui suku bunga pinjaman dari China.

Arkhom mengatakan 620 kilometer tersisa, dari Nakhon Ratchasima ke Nong Khai masih dibahas "di atas meja".

"Kami harus menjaga proyek ini berjalan seperti yang dijanjikan, walaupun mungkin ada beberapa penundaan," sebut Arkhom.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com