Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi: Monopoli Penguasaan Kawasan Hutan Picu Konflik Agraria

Kompas.com - 14/11/2016, 20:00 WIB

BENGKULU, KOMPAS.com - Konflik agraria ditengarai dipicu oleh monopoli penguasaan hutan. 

Saat dialog reforma agraria dengan tema "Mewujudkan pengeloalan Sumber Daya Alam yang berkeadilan dan berkelanjutan di Provinsi Bengkulu" yang digelar Komite Pembaruan Agraria Bengkulu, pada Senin (14/11/2016), terungkap monopoli penguasaan kawasan hutan untuk empat sektor mencapai 57 juta hektar.

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Khalisa Khalid memaparkan, empat sektor tersebut yakni hak penguasahaan hutan (HPH) seluas 25 juta hektar untuk 303 perusahaan, dan hutan tanaman industri (HTI) seluas 10,1 juta hektar untuk 262 perusahaan.

Selanjutnya untuk perkebunan sawit seluas 12,3 juta hektar yang dikuasai 1.605 perusahaan dan sektor pertambangan mencapai 3,2 juta hektar yang dikuasai 1.755 perusahaan.

"Bahkan di Kalimantan Timur bila dijumlahkan seluruh perizinan empat sektor itu maka luasannya melebihi luas wilayah Kalimantan Timur itu sendiri," kata dia.

Monopoli penguasaan sumber daya alam dan agraria tersebut tambah Khalisa, telah memicu konflik agraria di tingkat tapak yang mengakibatkan 256 orang warga ditahan, 110 orang dianiaya, 17 orang ditembak dan 19 orang tewas pada 2014.

Pada 2014 Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terjadi 472 konflik agraria di atas lahan seluas 2,8 juta hektare yang melibatkan 105.887 kepala keluarga (KK).

Jumlah konflik tersebut meningkat sebanyak 103 konflik atau 27,9 persen jika dibandingkan dengan jumlah konflik pada 2013.

Ia menegaskan bahwa reforma agraria masuk dalam Nawacita pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, untuk penyelesaian konflik agraria guna mencapai "land reform".

Selain itu juga untuk memperjelas kepemilikan dan kemanfaatan tanah, menentang kriminalisasi terhadap penuntutan kembali hak atas tanah serta membentuk lembaga adhoc penyelesaian konflik agraria dan sumber daya alam (SDA).

Sementara akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Emilia Contesa menegaskan bahwa roh reforma agraria adalah tanah untuk petani.

"Tapi dalam penerapannya banyak kepentingan politik sehingga saat ini reforma agraria baru sebatas 'lips service'," tuturnya.

Menurut dia, salah satu cara mewujudkan reforma agraria adalah moratorium penerbitan izin hak guna usaha (HGU) dan membagikan lahan bekas HGU yang terlantar dan habis masa berlaku ke petani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber ANTARA
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com