JAKARTA, KOMPAS.com - Perkembangan perkotaan selama ini dinilai salah kaprah dan tidak mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Hal ini telah terjadi selama 40 tahun, yaitu ketika pengembang justru lebih menentukan arah pengembangan kota. Pasalnya, di kota-kota besar, sebagian besar lahan dikuasai oleh pengembang.
"Jadi pengembang mau ke mana, kemudian infrastrukturnya mengikuti. Nah perhatikan pengembangan properti di seluruh Jabodetabek. Maja saja sudah begitu," ujar pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga saat diskusi "Dampak Transportasi Massal terhadap Properti", Synthesis Tower, Jakarta, Rabu (20/10/2016).
Menurut Nirwono, proses perkembangan kota menjadi terbalik. Artinya, pengembang punya lahan dan pemerintah dipaksa menyediakan infrastruktur ke arah sana.
Seharusnya, pemerintah memiliki rencana pengembangan kota yang tertuang dalam RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Kemudian, pemerintah mengembangkan infrastruktur dan transportasi massal, sementara pengembang mengikuti arah pengembangan yang sudah direncanakan tersebut.
"Kalau selama ini yang terjadi kebalik. Contoh ya, pengembangan transportasi kita salah. Pengembangan properti semua menempel di jalan tol," kata Nirwono.
Ia menambahkan, hal tersebut sebenarnya tidak diperbolehkan. Jika pengembang terus membangun dengan basis jalan tol, sampai kapanpun kemacetan tidak akan selesai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.