KOMPAS.com - Segudang harapan membuncah saat Masyarakat Ekonomi Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (MEA) terwujud pada akhir 2015 lalu. Bayangkan, ada potensi pasar dari 625 juta jiwa penduduk yang tersebar di seluruh sepuluh negara anggotanya.
Asal tahu saja, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam catatan salah satu organisasinya, Lembaga Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pada akhir 2015 itu menyatakan bahwa 625 juta jiwa penduduk di ASEAN setara dengan 8,8 persen total jumlah penduduk dunia. Tentu saja, di ASEAN, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk paling banyak, 250 juta jiwa.
"Populasi ASEAN termasuk padat," begitu pendapat OECD.
Yang menarik pula, masih menurut OECD, seluruh negara ASEAN masuk dalam kategori negara-negara yang tengah membangun. Tengok saja, Indonesia. Tak ketinggalan pula, Vietnam, Filipina, Thailand, hingga Myanmar dan Kamboja.
Membangun secara kasat mata dalam konteks MEA adalah pembangunan secara fisik di berbagai sektor mulai dari properti hingga transportasi. Di era modern ini, mengutip salah satu catatan Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pembangunan tak bisa lepas dari semen. Bahkan, ada pemeo yang mengemuka bahwa masyarakat modern lekat dengan keberadaan semen.
Masih menurut ASI sebagaimana informasi yang ada pada laman kemenperin.go.id, konsumsi semen di Indonesia kian tahun kian menanjak. Angkanya bisa mencapai lebih dari 60 juta ton. Sementara, industri semen domestik dianggap mampu menghasilkan hingga 90 juta ton semen per tahun pada 2016.
Mari menilik data lima tahun ke belakang atau pada 2010 hingga 2015 ihwal konsumsi semen di ASEAN. Thailand sejak 2010 mampu menyerap hingga 25,1 juta ton lebih semen per tahunnya. Lalu, Vietnam pada selang waktu 2010-2014 menyedot 32 juta ton semen per tahun. Diperkirakan, pada tahun-tahun selepas 2014 ke depan, konsumsi Vietnam bisa berada di kisaran 40 juta ton lebih.
Selanjutnya, pada level penyerapan semen dalam angka belasan juta ton, ada negara Malaysia, Filipina, dan Singapura yang juga menunjukkan peningkatan kebutuhan. Hal sama juga terjadi pada negara-negara dengan daya serap satu digit ton semen tiap tahunnya yakni Myanmar, Brunei Darussalam, Kamboja, dan Laos.
Juara
Permintaan semen di dalam negeri terbanyak berasal dari sektor properti, yang porsinya mencapai hingga 75 persen. Sementara proyek infrastruktur berkontribusi sekitar 30 persen dari total kebutuhan. Meski tengah terlanda perlambatan, sektor properti, boleh dikata, masih tetap doyan menyerap semen.
Kementerian Perindustrian menghitung, ada 13 industri semen di Indonesia. Sementara, tantangan paling besar menunjukkan bahwa konsumsi semen terbesar di Indonesia masih terpusat di Jawa. Produksi semen pun belum menyebar. Padahal, jika produksi menyebar, hal itu akan memudahkan distribusi dan mempermurah harga.
Guna merangsang minat investasi di industri semen, Kemenperin bersedia merekomendasikan pemberian potongan pajak (tax allowance) untuk proyek pabrik di luar Jawa. Pada sisi lain produsen semen juga harus menurunkan efek gas rumah kaca sesuai Peraturan Presiden No. 61/2011. Dan tahun ini tercatat beberapa pabrik semen baru beroperasi: dua di Provinsi Jawa Tengah, lalu satu di Kalimantan.
Selanjutnya, Kemenperin mencatat selama 2013 – 2017 ada 12 investor siap membenamkan modal 6,68 miliar dollar AS untuk membangun pabrik semen di Tanah Air. Efeknya tentu berupa peningkatan kapasitas produksi yang diperkirakan mencapai 108,77 juta ton per tahun.
Sesungguhnya, bertolak dari data-data di atas, ada peluang meraup pasar pembangunan dan menjadi juara di Indonesia, khususnya di bidang semen. Apalagi, menurut ASI, industri semen mesti fokus mulai dari hulu ke hilir.
Cermatilah tayangan televisi komersial berdurasi 50 detik oleh SCG (Siam Cement Group). Begini petikan kata-kata di dalam tayangan itu. "SCG mengerti pentingnya bangunan performa tinggi untuk membangun tempat tinggal yang ideal, pentingnya kemasan kuat dengan kualitas cetak maksimal pentingnya produk plastik bermutu terbaik untuk hidup yang lebih baik."
Dari sana tecermin bahwa fokus mulai dari sektor hulu hingga hilir adalah cara penting untuk berhasil menguasai pasar semen di Indonesia. Sejak 2013, menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), SCG setidaknya mengakuisisi tiga perusahaan terbuka yang punya kaitan erat dengan penguasaan sektor tersebut. Ketiganya adalah Kokoh Inti Arebama, Keramika Indonesia Asosiasi (KIA), dan Chandra Asri Petrochemical (CAP). Secara berurutan, Kokoh Inti Arebama bergerak dalam distribusi bahan bangunan, KIA adalah produsen keramik, dan CAP giat dalam menghasilkan bahan kimia.
Beroperasi di Indonesia sejak 1995, SCG yang berbasis utama di Thailand sudah memiliki 23 perusahaan di Indonesia. Seluruh perusahaan itu bergerak dengan pondasi tiga pilar bisnis utama yakni semen-bahan bangunan, kimia dan kemasan. Saat ini SCG memiliki lebih dari 7.100 karyawan di Indonesia.