JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa kendala teknis dan non-teknis masih menghantui pengembang dalam membangun rumah bagi pekerja masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Salah satu kendala utama adalah tanah.
"Masalah utamanya tanah, harganya semakin lama semakin mahal dan tidak terkendali. Tanah bisa naik 100 hingga 200 persen dalam waktu setahun," ujar Managing Director PT Sripertiwi Sejati Asmat Amin, dalam diskusi 'Mencari Solusi Rumah untuk Pekerja,' di Hotel Ambhara, Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Permasalahan berikutnya, lanjut Amin, adalah perihal pembebasan lahan. Menurut dia, masyarakat pemilik lahan saat ini sudah sadar bahwa harga tanah semakin lama semakin mahal.
Karena itu masyarakat cenderung menahan penjualan tanahnya. Imbasnya, tanah-tanah yang terjangkau untuk dikembangkan rumah subsidi atau rumah murah bagi pekerja MBR semakin sulit dicari.
"Bank tanah kami rasa bisa menjadi solusi. Tanah-tanah milik pemerintah ini langsung bisa diberikan untuk zona perumahan dan bisa dibeli oleh pengembang baik BUMN atau swasta," tambahnya.
Kendala berikutnya adalah ketersediaan infrastruktur yang masih minim meliputi jalan, transportasi, dan air.
Untuk yang terakhir, keberadaan air menjadi infrastruktur langka di rumah-rumah pekerja MBR.
"Air ini yang paling krusial, artinya air bawah tanah maupun dari PDAM harus mengalir di lokasi perumahan. Celakanya banyak lokasi tidak terlayani PDAM dan airnya tak layak konsumsi," jelas Amin.
Terakhir, yang menjadi masalah bagi para pengembang dalam membangun rumah pekerja MBR adalah terkait aliran listrik.
"Untuk listrik ini pemasangannya sering lama padahal rumah sudah siap huni dan baru bisa teraliri listrik dalam waktu 6-8 bulan setelah pendaftaran," pungkas Amin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.