JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah bukan hal baru jalan-jalan di Jakarta dipadati kendaraan pribadi, baik motor maupun mobil, nyaris setiap jam. Ini artinya, kemacetan tidak hanya berlangsung pagi hari saat pegawai memasuki jam kerja dan sore hari saat pulang kantor.
Alhasil, perjalanan di dalam kota yang tak sampai puluhan kilometer, bisa ditempuh dalam waktu berjam-jam.
Berdasarkan data yang diterima Kompas.com dari PT MRT Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, Jakarta memiliki total perjalanan orang per hari sebanyak 26 juta penduduk.
Sepeda motor dan mobil pribadi tumbuh secara eksponensial yakni 24,8 juta, sementara pada 1971 jumlah kendaraan hanya 252.274 unit.
"Tetapi, transportasi umum tidak bertambah sepesat kendaraan pribadi atau malah cenderung stagnan," ujar Direktur Utama PT MRT Jakarta Dono Boestami beberapa hari lalu.
Transportasi bus hanya tumbuh 1,2 persen sejak tahun 2000.
Kendaraan bermotor baru setiap harinya jika mencapai lebih dari 1.000 unit sedangkan pertumbuhan jalan di Jakarta hanya 0,01 persen per tahun.
Dengan padatnya jalan dan kemacetan yang timbul, kerugian negara diprediksi mencapai Rp 65 triliun per tahun.
Angka ini terdiri dari Rp 28,1 triliun untuk biaya tambahan biaya operasional kendaraan dan Rp 36,9 triliun untuk waktu perjalanan yang lebih lama.
Jika tidak ada perubahan atau perbaikan pada sistem transportasi, lalu lintas Jakarta bahkan diprediksi macet total pada 2020.
Tidak hanya itu, udara Jakarta juga akan tercemar polusi sebesar 80 persen yang berasal dari kendaraan bermotor.
Bepergian tanpa mobil
Berbanding terbalik dengan Jakarta, hampir 90 persen penduduk Hongkong, China, bolak-balik tanpa menggunakan mobil.
Sementara lebih dari 80 persen dari para pekerja di Paris, Perancis, menuju kantornya dengan berjalan kaki, sepeda atau menggunakan transportasi umum.
Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang diuraikan dalam laporan JLL, Benchmarking the Future of World Cities.
Namun, urbanisasi yang cepat memberikan tekanan yang signifikan pada infrastruktur, sehingga memengaruhi transportasi umum dan pengguna mobil pribadi.
Untuk mengatasi masalah tersebut, kota-kota dan inovator, sedang membangun sistem transportasi publik yang efektif dan menghadap ke depan.
Misalnya, Shanghai, China yang telah membangun 21 jalur kereta bawah tanah, London membuka 'superhighways' Timur-Barat dan Utara-Selatan, dan Elon Musk yang memelopori pencanangan perdana Hyperloop.
Upaya yang sama di Indonesia, sejumlah proyek infrastruktur juga tengah dibangun untuk mengurangi kepadatan jalan karena penggunaan mobil.
Contohnya, mass rapid transit (MRT) di Jakarta, dan light rail transit di Jakarta dan Palembang.
Proyek-proyek ini dibangun dengan tujuan para komuter tidak memenuhi jalan dan mengakibatkan kemacetan panjang.
Sementara itu, masih dalam laporan JLL, Paris, di peringkat kedua, memiliki sistem transportasi secara konsisten.
Adapun Shanghai, di posisi ketiga, sudah memiliki sistem kereta bawah tanah yang luas, dengan ekspansi lebih lanjut yang direncanakan pada tahun 2030.
Tujuh dari 10 kota di daftar tersebut berada Eropa Barat. Laporan JLL menyoroti kekuatan sistem angkutan umum tidak hanya kota-kota besar Eropa, tetapi juga kota menengah.
"Ukuran dan kepadatan kota-kota ini membuat sistem dapat dikelola, terjangkau dan nyaman," tulis laporan tersebut.
Kota tanpa mobil
Masalah lingkungan, termasuk polusi dan asap jangka pendek, serta kontribusi jangka panjang emisi kendaraan terhadap perubahan iklim, menjadi faktor pendorong perubahan.
Ibu kota Norwegia, Oslo, misalnya, sudah mengumumkan rencana untuk melarang semua kendaraan di pusat dalam waktu beberapa tahun ke depan.
Sementara itu, Paris telah menyelenggarakan hari bebas kendaraan, dengan inisiatif lebih lanjut yang diumumkan tahun ini.
Dalam hal ini, sejumlah rute didesain untuk bebas kendaraan pada hari Minggu dan hari libur, sementara rute lainnya akan melarang mobil sepenuhnya.
Pada tahun 2020, hanya mobil buatan tahun pada atau sebelum 2011 yang akan diizinkan di kota.
Adapun di Indonesia, khususnya Jakarta yang menjadi kota dengan ukuran besar atau megapolitan, juga sudah memberlakukan hari bebas kendaraan pada setiap Minggu.
Selain itu, pemerintah juga baru menetapkan peraturan pelat mobil ganjil dan genap yang bergantung pada tanggal di hari tersebut.
Namun, mengakhiri ketergantungan pengendara dengan mobil tidak akan mudah.
Sebuah penelitian di Australia menunjukkan bahwa "komuter tidak mungkin mengorbankan kenyamanan mobil pribadi untuk menghemat sedikit waktu saja".
Oleh sebab itu, untuk mendorong lebih banyak orang untuk menggunakan transportasi umum, kita harus mematahkan ikatan emosional dengan mobil.
Jika penduduk kota-kota di negara lain bisa mengurangi penggunaan mobil, Jakarta kapan?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.