JAKARTA, KOMPAS.com - Selain sering terganjal rencana tata ruang wilayah (RTRW) 2030 dan rencana detail tata ruang serta peraturan zonasi (RDTR & PZ), upaya Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam membuat Jakarta lebih baik juga terhadang Undang Undang Tata Ruang.
Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana (IAP) Bernardus Djonoputro, permasalahan Indonesia saat ini adalah rencana tata ruang yang diatur dalam Undang Undang nomor 26 tahun 2007.
"ÜU itu belum memberikan tempat untuk mengekspresikan atau mewadahi kegiatan-kegiatan peremajaan kota dan urban regenaration," jelas Bernie, sapaan akrab Bernardus, kepada Kompas.com, di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Jadi, lanjut Bernie, rencana tata ruang yang dimaksudkan sangat bias terhadap infrastruktur. Padahal perencanaan itu memiliki esensi untuk membuat kota-kota hidup dengan aspek sosial, ekonomi, dan budaya di dalamnya.
Oleh sebab itu, Bernardus menyarankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Kementerian Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam PK tersebut.
"Jadi saya pikir ATR/BPN harus bisa berdialog dengan Pemprov DKI Jakarta utk mengatur agar peninjauan kembali (PK) ini tidak liar, tidak kemana-mana supaya prosesnya benar. PK ini dimungkinkan untuk ditelaah guna bahan revisi 2019 nanti," tambahnya.
Dalam sambutan launching PK rencana tata RTRW 2030 dan RDTR & PZ, Ahok menyebutkan beberapa keinginannya untuk menjadikan kota DKI Jakarta lebih baik lagi.
Di antaranya adalah dengan melebarkan trotoar-trotoar, mendirikan sekolah dan klinik di tengah-tengah perkampungan warga, dan membangun lebih banyak unit rumah susun.
Namun, menurut Ahok, semua itu sering terkendala dengan peraturan daerah (Perda) RTRW dan RDTR & PZ sehingga membuat keinginannya tersebut belum terlaksana.
"Saya emosi soal perda ini, begitu ketuk palu semuanya malah jadi berantakan. Perda ini seolah jadi kitab suci padahal kan seharusnya dibuat untuk kemudahan dan kenyamanan hidup warga Jakarta. Jadi aturan ini jangan ngiket kita," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.