Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggunaan "Sarang Laba-Laba" Perlu Diperbanyak

Kompas.com - 23/04/2016, 18:20 WIB
M Latief

Penulis

Sumber ANTARA

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berencana memperbanyak penggunaan konstruksi sarang laba-laba sebagai produk asli anak bangsa. Penggunaan konstruksi tersebut dibutuhkan untuk kondisi jalan dengan kondisi tanah ekstrem.

Guru Besar Teknik Sipil ITS Surabaya, Prof Herman Wahyudi, mengatakan hal itu setelah diundang Kementerian PUPR dalam forum group discussion (FGD) untuk menyampaikan pendapat ilmiah mengenai konstruksi sarang laba-laba dalam berbagai aplikasi. Herman menjelaskan, dirinya bersama dengan Dr Helmy Darjanto, ahli sipil dari Universitas Narotama Surabaya diminta menyampaikan pendapat ilmiahnya dalam diskusi yang diselenggarakan Kementerian PUPR, Kamis lalu (7/4/2016).

Di hadapan sejumlah BUMN karya dan kalangan ahli konstruksi, Herman mengatakan perlunya memperbanyak penggunaan konstruksi sarang laba-laba pada tanah-tanah dengan kondisi ekstrem, seperti tanah lunak, berawa, dan lain sebagainya. Konstruksi yang hak patennya dimiliki oleh  PT Katama Suryabumi itu sebelumnya telah teruji pada jalan raya di kawasan Bojonegoro, Jawa Timur, dan Dumai, Kepulauan Riau.

"Perlakuan konstruksi sarang laba-laba untuk jalan sama halnya dengan perkerasan beton lainnya. Hanya saja, penggunaan sirip-sirip segitiga yang terhubung menyerupai sarang laba-laba pada bagian bawah membuat konstruksi ini lebih kaku," ujar Herman kepada Antara.

Pada uji beban statis terhadap jalan di Bojonegoro, lanjut dia, konstruksi sarang laba-laba tersebut masih mampu mendukung, meskipun kondisi tanah di kawasan itu dikenal ekspansif atau mengembang di saat hujan dan menyusut pada saat kering. Seperti halnya konstruksi lain, dia merekomendasikan aplikasi sarang laba-laba untuk jalan harus satu paket dengan perbaikan tanah.

"Bahkan, kalau kondisinya terlalu ekstrem tidak tertutup tanahnya diganti dengan yang baru. Luasan dan ketinggian sirip sangat berpengaruh terhadap ketahanan konstruksi pada beban di atasnya sehingga di lapangan dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian. Kalau beban di atasnya tidak terlalu besar, maka tingginya tidak perlu 50 centimeter, tapi cukup 30 sentimeter saja agar konstruksi ini efisien," kata Herman.

Lebih jauh Dr Helmy Darjanto mengatakan kalau karya anak bangsa ini memiliki potensi riset ilmiah untuk melihat kekuatannya. Hal tersebut seharusnya dapat difasilitasi dan dipergunakan pada proyek jalan-jalan milik pemerintah.

Dok PT Katama Suryabumi/Facebook Berdasarkan uji teknis yang dilakukan Institut Teknologi Bandung (ITB), konstruksi tersebut sangat kuat, baik untuk bangunan vertikal (bertingkat) atau konstruksi jalan. Aplikasinya masih bisa terus dikembangkan.
"Sehinggga ke depannya dapat disebarkan ke luar negeri, apalagi saat ini memasuki pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN, inovasi karya-karya bangsa sendiri harus ditonjolkan," ujar Helmy.

Adapun penggunaan konstruksi sarang laba-laba sudah dikenal sejak lama, terutama untuk bangunan bertingkat di daerah gempa, seperti bangunan di Aceh dan Padang. Saat terjadi gempa besar di kedua daerah itu bangunan yang menggunakan konstruksi ini masih kokoh berdiri.

"Sayangnya penggunaan konstruksi ini untuk jalan belum meluas. Kalau melihat penggunaan sarang laba-laba untuk jalan di Dumai Riau dan Bojonegoro Jawa Timur ternyata mampu memikul beban kendaraan berat di atasnya, padahal kita tahu tanah di kedua daerah itu tergolong tidak stabil," ujar Helmy.

Saat ini konstruksi sarang laba-laba termasuk dalam pondasi dangkal yang telah mendapat rekomendasi dari berbagai instansi, diantaranya Ditjen Cipta Karya Kementerian PU, Kementerian Perindustrian, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP), Pemkab Simeuleu, Pemkab Solok, Pemprov Sumbar, Pemprov Kaltim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau