Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/04/2016, 12:30 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Lembaga Hukum Properti Indonesia, Erwin Kallo tak sependapat dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyatakan bahwa moratorium reklamasi Teluk Jakarta akibat tumpang tindih peraturan.

Baca: Ahok: Tidak Ada Cerita Reklamasi Akan Tenggelamkan Jakarta

"Kalau masalah tumpang tindih nggak tuh, tumpang tindih yang mana? Kalau dipakai Keputusan presiden (Keppres) tahun 1995 itu kan begitu ada Peraturan presiden (Perpres) Nomor 122 tahun 2012 asas-asas hukum itu ada bahwa hukum yang baru mengalahkan hukum yang lama kalau mengatur yang sama," jelas Erwin, di Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Keppres yang dimaksud Erwin adalah Keppres nomor 52 tahun 1995. Isinya mengatur tentang kewenangan Gubernur DKI Jakarta dalam melakukan reklamasi dan aturan tentang tata ruang Pantai utara (Pantura) Jakarta.

Tahun 2008, keluar Perpres nomor 54 tahun 2008 tentang Tata Ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur) yang membatalkan tata ruang di Keppres nomor 52 tahun 1995.

Namun kewenangan izin reklamasi Pantura Jakarta tetap ada di Gubernur DKI Jakarta. Jadi keluar Perpres 2008 itu membatalkan tata ruang 1995 tapi kewenangan tetap di Gubernur DKI Jakarta.

Lantas pada 2012 keluar lagi Perpres nomor 122 tahun 2012 yang merupakan turunan dari UU pesisir 2007 yang mengatur bahwa kewenangan izin reklamasi untuk kawasan strategis nasional tertentu adalah dari Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP).

Setelah itu muncul Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan yang merupakan turunan dari Perpres nomor 122 tahun 2012.

Permen itu mengatur izin lokasi reklamasi dengan luas di atas 25 hektar dan izin pelaksanaan reklamasi di atas 500 hektar membutuhkan rekomendasi dari MKP.

Menurut Erwin, Keppres tahun 1995 sudah tak berlaku lagi karena ketika Ahok mengeluarkan izin reklamasi pada 2014 dan 2015 sudah ada Undang Undang (UU) baru.

"Dari data yang saya baca, Ahok memang mengeluarkan lima izin pada 2014 dan 2015 serta pada saat itu sudah berlaku UU nomor 1 tahun 2014. Jadi harus ngikutin yang ini dong biar nggak tumpang tindih," tambahnya.

Oleh sebab itu, masalah peraturan dan perundang-undangan reklamasi yang cukup rumit ini membuat Erwin menyarankan agar Ahok dibantu atau di-back up oleh tim legal yang benar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau