JAKARTA, KOMPAS.com - Proses pengelolaan wilayah pesisir dan teluk-teluk yang kaya akan sumber daya alam dinilai tidak demokratis. Reklamasi pantai yang diwacanakan juga tidak ditujukan untuk rehabilitasi lingkungan.
Padahal, konsep awal reklamasi adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga menjadi sumber protein.
Saat ini, menurut Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik, setidaknya ada 17 provinsi di Indonesia yang tengah melakukan inisiasi reklamasi atau perluasan-perluasan reklamasi.
"Kalau kita lihat reklamasi pantai ini, ternyata mereka referensinya Jakarta. Jadi Jakarta bisa mengirimkan virus tidak baik kalah kita biarkan reklamasi berlangsung dengan yang ada," ujar Riza saat diskusi Perspektif Indonesia dengan topik "Masih Perlu Reklamasi?", di Jakarta, Sabtu (16/4/2016).
Riza menyatakan, proyek reklamasi yang seharusnya menjadi solusi bagi kelestarian lingkungan, malah diselewengkan menjadi komersialisasi.
Menurut dia, reklamasi ini justru menggusur dan memiskinkan rakyat. Sebanyak 60-70 persen pendapatan ikan domestik oleh nelayan kecil, dilakukan di perairan berjarak 5 mil dari pantai.
Kegiatan reklamasi, seperti Jakarta, Palu, dan Makassar, menggusur daerah pencarian nelayan ini. Bukan saja menghalangi jalur pancingan nelayan, tetapi ikan yang ada di laut juga akan berkurang.
Hal ini disebabkan, reklamasi bisa memperburuk kualitas air laut. Dengan adanya pembangunan reklamasi, sedimentasi akan tinggi dan perairan menjadi keruh.
Akibat dari air keruh ini, fotosintesis akan terganggu dan menyebabkan jumlah ikan berkurang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.