"Itu bisa dipindahkan saja ke Tapera, kan semuanya tetap lari untuk para pekerja. Jangan-jangan pihak BPJS yang takut bagiannya diambil," ujar Misbakhun saat berkunjung ke Kompas.com, Senin (29/2/2016).
Misbakhun mengatakan, skema perumahan yang ada di BPJS bukanlah pembiayaan perumahan. Tetapi, pekerja bisa mengambil iurannya dari BPJS tersebut untuk membantu meringankan biaya uang muka rumah.
"Fokusnya bukan program pembiayaan perumahan. Kalau Tapera kan jelas-jelas untuk perumahan.
Nantinya, selain iuran dari pekerja, dana Tapera diambil dari tiga "kantong", yaitu modal awal negara sebesar Rp 10 triliun, skema rumah bersubsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) senilai Rp 29 triliun, serta subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Nantinya modal awal dari Bapertarum juga digeser ke Tapera. Kalau ketiga fondasi itu disinergikan, pasti kuat," kata Misbakhun.
Ihwal keberatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), lanjut Misbakhun, hanya pada persoalan besaran pungutan. Ia mempersilakan pihak Apindo bicara soal hal pungutan, termasuk jika ingin melakukan judicial review.
"Insentif harus diberikan ke pengusaha, dan itu bisa dimasukkan ke beban biaya. Tentunya itu biaya tidak langsung. Itu yang saya maksud juga dengan sinkronisasi," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.