Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bandung Lebih Cerdas Dibanding Jakarta"

Kompas.com - 18/11/2015, 17:45 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Kompas TV Polemik Sampah Jakarta

JAKARTA, KOMPAS.com - 
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriatna, mengatakan Kota Bandung lebih cerdas dibanding Jakarta.

Karena itu, ibu kota Jawa Barat ini pantas mewakili Indonesia menjadi finalis "World Smart City Awards 2015" dan mengalahkan kota-kota lainnya di dunia.

"Dibandingkan dengan Jakarta, Bandung lebih cerdas. Kota ini tidak sekadar memanfaatkan teknologi sebagai sarana menyampaikan informasi, juga membangun kualitas manusianya, warganya," ujar Yayat kepada Kompas.com, Rabu (18/11/2015).

Menurut Yayat, ada beberapa hal yang membuat kota berjuluk Parijs van Java ini lebih cerdas ketimbang Jakarta dan kota-kota lainnya.

Pertama, terang Yayat, kota Bandung dibangun dengan melibatkan partisipasi aktif warganya. Visi Bandung menjadi kota yang kreatif dan inovatif lebih punya makna dan sesuai dengan keinginan warganya.

Kedua, Bandung memiliki "aktor" Ridwan Kamil yang juga cerdas sebagai pemimpin. Aktor ini, kata Yayat mampu menerjemahkan rancangan dan struktur kota menjadi kultur baru yang disadari warganya bisa membawa Bandung ke arah yang lebih baik.

"Ada semangat inovasi dan kreativitas yang ditularkan sang aktor kepada warganya," cetus Yayat.

Dia mencontohkan, semangat inovasi dan kreativitas itu menjalar hingga semua lapisan masyarakat. Mulai dari kalangan elite, hingga komunitas-komunitas perkotaan. 

Hal itu terlihat dari komunitas "bobotoh" yang mengidolakan klub sepakbola Persib. Eksistensi komunitas ini tak hanya hidup di kota Bandung, melainkan di kota-kota lain seperti Sidoarjo, Surabaya, Madiun, Banjarmasin, dan lain-lain.

KOMPAS.com/Rio Kuswandi Jutaan Bobotoh Persib Bandung memenuhi berkonvoi memadati Jalan Asia Afrika, Bandung, merayakan kemenangan Persib Bandung, menjadi juara Piala Presiden 2015.
Ridwan Kamil sebagai pengayom Persib, mampu menstimulasi komunitas "bobotoh" menciptakan bangkitan ekonomi melalui berbagai kegiatan bernilai ekonomis. 

"Faktor ketiga adalah esensi sebuah kota yang memanusiakan warganya. Smart city dan smart people harus berjalan seiring, dan Bandung menuju ke arah itu," tandas Yayat.

Meski dari segi tata ruang dan transportasi publik, Bandung masih kedodoran namun kecerdasan kota dalam memanfaatkan teknologi, mampu menciptakan kultur baru di masyarakatnya.

"Karenanya kota berjalan lebih efektif dan efisien dibanding sebelumnya. Terlihat dari pengelolaan sampah, keamanan dan ketertiban, kebersihan, kreativitas, ekonomi kerakyatan dan lingkungan," papar Yayat.

Hitungan ekonomi

Sementara Jakarta, menurut Yayat gagal dalam mengelola kotanya termasuk dalam menangani masalah sampah, banjir, dan kemacetan.

Jakarta gagal karena tidak melibatkan partisipasi aktif warganya. Sehingga warga tidak punya rasa memiliki atau sense of belonging.

"Dalam menangani banjir, misalnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berjalan sendiri," imbuh Yayat.

KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI Wali Kota Bandung Ridwan Kamil saat memamerkan sejumlah fasilitas di Bandung Command Center kepada Director of Product Marketing Facebook, Benji Shomair di Balai Kota Bandung, Senin (5/10/2015)
Segala keputusan dan kebijakan Pemprov DKI Jakarta melalui terkait hitung-hitungan ekonomis. Demikian halnya dengan kecerdasan berteknologi. Teknologi dimanfaatkan bukan untuk membangun warganya menjadi lebih berkualitas.

Sebaliknya, tambah Yayat, teknologi diukur seberapa besar mendatangkan pemasukan (uang) bagi Pemprov DKI Jakarta. Wajar kota ini selalu mengalami krisis dan darurat. Baik darurat sampah, macet, maupun banjir.

"Keguyuban hilang dari Jakarta," pungkas Yayat. 


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com