Istilah pengembang "nakal" dipakai untuk menyebut pengembang yang melanggar etika profesi terapan Asosiasi Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI). Asosiasi tersebut merupakan wadah bagi para pengembang berkumpul.
Bentuk pelanggaran bisa beragam. Wujudnya mulai dari melanggar AD/ART APERSI hingga ingkar janji ketika memasarkan produk, memberi iklan palsu di brosur, atau fasilitas dalam perjanjian tidak dibuat sehingga merugikan investor.
"Biasanya kami menerima laporan atau pengaduan dari DPD atau calon konsumen," ujar Ketua DPP APERSI Eddy Ganefo, seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (2/2/2014).
Eddu pun meminta para calon investor meningkatkan kewaspadaannya terhadap para pengembang "nakal" tersebut. Soal prosedur penanganan pelanggaran, papar Eddy, organisasinya bisa mengeluarkan pengembang dari keanggotaan bila "kenakalannya" terbukti.
Namun, dia juga mengaku pernah mendapat keluhan dari calon pembeli properti yang tak butuh waktu lama dan segera diperbaiki pengembang begitu APERSI mengeluarkan surat peringatan.
Agar terhindar dari rayuan pengembang nakal, calon investor atau pembeli harus mempertimbangkan pilihannya dengan teliti. Berikut ini sejumlah jurus yang bisa dijalankan:
1. Informasi
Pengembang menjadi "nakal" atau melanggar etika profesi ditengarai bukan hanya soal citra dan perilaku, melainkan bisa juga karena konsumen tidak memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup atau memahami aturan hukum bertransaksi properti.
Untuk itu, kecermatan mengumpulkan data dan menambah pengetahuan mengenai investasi properti merupakan modal penting bagi calon investor.
2. Rekam jejak
Performa, reputasi, dan rekam jejak pengembang menjadi hal penting investor sebelum memutuskan berinvestasi properti. Bagaimanapun investasi ke properti melibatkan sejumlah dana yang tak sedikit.
Bila tidak memiliki banyak pengetahuan, rekam jejak pengembang dapat dilihat dari jaringan usaha dari pengembang tersebut. Pengelola dengan reputasi baik biasanya mempunyai jaminan kesuksesan memasarkan properti dan menaikkan nilai investasi di masa depan.
Satu lagi, jangan sekali-sekali tergiur gambar ilustrasi dalam brosur. Pastikan saja, sarana dan prasarana yang dijanjikan memang benar-benar tersedia.
Cermati pula cara pengembang memperlakukan pembeli, mulai dari sebelum transaksi, sesudah transaksi, hingga konsumen menghuni properti.
3. Rayuan
Hal lain yang harus diwaspadai adalah rayuan marketing pengembang saat menawarkan properti tersebut. Jangan mudah terbujuk penawaran yang dilakukannya.
Bila benar tertarik dengan tawaran yang disodorkan, tahan keputusan hingga setelah beberapa kali pertemuan, untuk memastikan konsistensi dan kebenaran penawaran itu. (Baca: Hindari "Sunset Area" untuk Investasi Apartemen, Pilih "Sunrise Area"!)
Marketing properti pintar bermain kata. Contoh mudahnya, penyebutan "apartemen" dan "rusun". Keduanya sama-sama hunian vertikal hanya segmentasinya berbeda.
Penyebutan "apartemen" tidak akan ada artinya jika gedung Anda terlalu padat dan hanya punya satu elevator untuk melayani ribuan penghuni gedung tersebut.
4. Pertambahan nilai
Desain besar dan rencana pembangunan juga harus menjadi hal yang diperhatikan sebelum berinvestasi ke properti. Dari data ini, bisa dibuat prediksi untuk lima atau sepuluh tahun mendatang terkait prospek properti yang dibeli.
Biasanya, akses, infrastruktur, dan fasilitas sudah tertera dalam rencana pembangunan. Anda juga bisa memprediksinya dengan melihat pertumbuhan dan potensi bisnis di kawasan properti itu berlokasi.
Pertambahan nilai properti tersebut di masa depan tetap menjadi faktor yang layak dipertimbangkan ketika hendak berinvestasi properti. Proyeksi bisa disusun berdasarkan sarana dan prasarana, fasilitas, dan akses ke wilayah strategis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.