"Kondisi infrastruktur masih jauh dari memadai. Padahal, infrastrukturlah yang mendorong pertumbuhan properti di suatu negara. Namun, dengan program percepatan pembangunan infrastruktur seperti mass rapid transit (MRT), jalan tol, dan lainnya akan menarik investasi lebih banyak lagi ke Indonesia," papar Kenneth.
Dia menambahkan, selain infrastruktur, Indonesia juga terkendala masalah transparansi, terutama di sektor birokrasi. Tidak ada kejelasan kapan waktu penyelesaian perizinan investasi, maupun perizinan saat implementasi di lapangan.
Hal ketiga adalah korupsi. Kenneth mengungkapkan, pihaknya harus mengatakan hal yang jujur untuk kebaikan Indonesia. Karena korupsi di negara ini demikian parah. Sehingga mereka tidak berani untuk membenamkan dana di sini.
"Jika dana hilang, bagaimana kami bisa mempertanggungjawabkannya? Padahal, ada banyak uang konsumen yang kami kelola juga," imbuh Kenneth.
Karena itulah, pengembag negeri jiran ini untuk sementara memilih hanya memasarkan dan menjual produk propertinya. Jika Indonesia bebas korupsi, kondisi infrastrukturnya memadai, dan transparan, MRCB akan datang dan berinvestasi.
"Kami masuk sini, karena pasar Indonesia sangat besar. Terbesar di Asia Tenggara. Terlebih ada banyak warga Indonesia yag menyekolahkan anak-anaknya, atau alasan medis berobat ke Kuala Lumpur. Jumlahnya semakin banyak dari tahun ke tahun," jelas Kenneth.
KL Nine seluas hampir 7 hektar terdiri atas sembilan menara, mencakup apartemen, small office home office (SOHO), perkantoran, ruag ritel, dan gerai food and beverage. Harga yang dipatok mulai dari 1 juta ringgit Malaysia untuk ukuran 3 kamar tidur atau 110 meter persegi.