"Fase A untuk tanggul di Jakarta Utara yang memang sudah tenggelam, setahun mengalami penurunan 12 sentimeter. Jadi, harus segera dikerjakan. Fase B untuk pembangunan tanggul yang berbentuk seperti Garuda itu," ujar Basuki usai prosesi penandatanganan LOI di Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (3/9/2015).
Selama ini, kata Basuki, data yang ada untuk Fase B dan C masih kurang detail. Dengan demikian, kedua fase ini akan dikaji oleh tim Korea Selatan, dan dianalisis oleh Belanda. Pengkajian ini adalah sebagai dasar pembuatan keputusan kelanjutan proyek. Semua datanya akan diambil. Jadi bukan hanya diskusi semata.
"Ini untuk melengkapi data-data yang ada. Ini juga termasuk untuk studi 17 pulau baru yang akan dibangun Pemda DKI Jakarta apakah bisa dilanjutkan atau tidak," kata Basuki.
Konsep hasil studi ini, lanjut dia, bisa dikembangkan untuk daerah-daerah pesisir lain. Namun, untuk desain pembangunannya mungkin berbeda. Konsep di Jakarta tidak bisa langsung diterapkan di Semarang karena kondisi tanahnya bisa berbeda. Untuk Semarang, pemerintah akan menggunakan polder-polder. Hal ini untuk mengurangi sedikit rob.
Basuki menambahkan, penanganan banjir harus terintegrasi hulu dan hilir. Selain NCICD, upaya pemerintah adalah membangun Waduk Ciawi dan ini akan diintegrasikan. Dia berharap NCICD ini sebaiknya tidak hanya diartikan sebagai giant sea wall atau tanggul laut raksasa, namun restorasi lingkungan.
"Dengan penurunan 12 sentimeter per tahun, sungai di Jakarta tidak bisa megalir karena lebih tinggi laut dari darat. Jadi ini harus dipersiapkan," jelas Basuki.
Adapun Fase A NCICD terbentang 12 kilometer sampai 15 kilometer. Saat ini, perkembangannya masih dalam proses tender. Pada 2014 silam, sebut Basuki, pencanangan tanggul laut hanya sepanjang 100 meter yang terletak di Pluit. Nilainya sekitar Rp 75 miliar. Pembangunan tanggul ini sudah selesai dan akan diteruskan paket 12 kilometer-15 kilometer.