JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Program Studi Magister dan Doktor Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), Harun Alrasyid Lubis, mengatakan terlalu dini memberikan apresiasi kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait percepatan pembangunan infrastruktur.
Menurut Harun, Jokowi belum pantas mendapat apresiasi karena pertama, pemerintahan baru berumur 11 bulan. Masih banyak persoalan-persoalan dalam rencana pembangunan dalam satu tahun, dan lima tahun yang akan datang yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
"Terutama rencana pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas termasuk jalan, pelabuhan, jalur kereta api, bandara, akses air layak minum, waduk, dan kelistrikan," tutur Harun kepada Kompas.com, Rabu (2/9/2015).
Dia melanjutkan, untuk jalur kereta api saja Indonesia membutuhkan 1,79 kilometer per hari. Sementara pengembangan jalan nasional sekitar 3,85 kilometer per hari. Bagaimana rencana tersebut dapat direalisasikan jika banyak di antaranya tidak realistis atau bias optimisme.
Rencana-rencana pembangunan infrastruktur dan konektivitas dalam RPJMN 2015-2019 yang dinilai Harun realistis hanya ada lima, yakni pengembangan rasio elektrifikasi dengan rerata pertumbuhan (kebutuhan) 0,01 persen per hari atau 3,02 persen per tahun, pemantapan jalan nasional dengan kebutuhan 0,002 persen per hari atau 0,80 persen per tahun, pembangunan jalan tol baru 0,11 kilometer per hari atau 38,6 kilometer pertahun, dwelling time pelabuhan, dan pengembangan pelabuhan perikanan sebanyak 0,002 unit per hari, atau 0,6 unit per tahun.
Selebihnya memiliki tingkat kerealistisan sedang, dan tidak realistis. Di antaranya adalah pengembangan jalur kereta api 1,79 kilometer per hari atau 651,6 kilometer per tahun, dermaga penyeberangan 0,04 unit per hari atau 13 unit per tahun, penanganan backlog rumah 1205,48 unit per hari atau 440.000 unit per tahun, akses air layak minum 0,02 persen atau 6,00 persen per tahun, pembangunan jalan nasional baru 10,41 kilometer per hari atau 470 kilometer per tahun, dan pembangunan jembatan 6,25 meter per hari atau 2.280 meter per tahun.
Harun menyebut pemerintahan Jokowi mengalami bias optimisme sebagai hambatan kedua. Pemerintah tidak menghitung implementasi (delivery) rencana karena ujung tombak-ujung tombak pelaksana, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang takut menghabiskan anggaran sementara mereka dituntut harus bekerja 24 jam mengejar target.
"Mereka takut menggunakan anggaran karena akan dibidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga sampai saat ini tingkat serapan anggaran Kementerian PUPR masih di bawah 30 persen," kata Harun.
Hambatan ketiga, tambah Harun, adalah masalah leadership atau kepemimpinan. Lintas kementerian tidak terjadi saling komunikasi, koordinasi, dan sinergi sehingga semua berjalan sendiri-sendiri. Contoh aktual adalah mengenai proyek kereta api super-cepat Jakarta-Bandung.
Andaipun bisa, kata Harun, yang manapun yang terpilih di antara Tiongkok, dan Jepang pasti akan menyisakan risiko di pihak pemerintah. Sayangnya, Indonesia hingga saat ini belum memiliki kriteria yang jelas tentang bentuk kereta super-cepat yang diinginkan. Sementara para calon mitra menawarkan beragam opsi teknis alinemen, dan model kerjasama yang berbeda-beda.
"Dengan kerangka beauty contest seperti itu, bias optimisme dari para pihak tidak akan dapat dikendalikan pemerintah bila nanti tidak berjalan sesuai skenario awal," cetus Harun.
Karena itu, pemerintah sebaiknya memiliki visi yang jelas mau ke mana masterpiece angkutan barang dan penumpang di Pulau Jawa, dan luar Jawa serta bersiap dengan teknologi transportasi yang ingin dikembangkan agar tidak sekadar jadi pengguna, dan penonton.
"Kebijakan pemerintah untuk fokus pada komitmennya membangun infrastruktur justru akan meredam persepsi negatif terhadap perekonomian domestik," kata Nusyirwan dari Fraksi PDIP, Minggu (30/8/2015).
Nusyirwan mengatakan, dengan tetap menyelesaikan proyek-proyek infrastruktur utama yang mangkrak bertahun-tahun, Jokowi akan mampu mengatasi gejolak pelemahan ekonomi saat ini.
"Saya yakin kalau tidak panik pasti pemerintah mampu," kata Nusyirwan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.