JAKARTA, KOMPAS.com - Penggusuran permukiman di Kampung Pulo, Jakarta Timur, pada Kamis (20/8/2015) tak berlangsung mulus. Terjadi bentrokan antara petugas Satpol PP, dan aparat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan warga.
Meski demikian, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak terkejut lagi mengetahui adanya bentrokan penggusuran permukiman yang dianggapnya liar. Dia bersikeras melakukan eksekusi penggusuran terhadap 500 kepala keluarga (KK) Kampung Pulo.
Namun, betulkah permukiman yang berada di Kampung Pulo tersebut menjadi penyebab terjadinya banjir Jakarta? Apakah instansi terkait, dalam hal ini Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah melakukan analisa hidrolika?
"Kondisi Sungai Ciliwung saat ini sudah sangat kritis, baik kapasitas tampung aliran air maupun lingkungannya," ujar Iskandar.
Dari kondisi yang ada saat ini, lanjut Iskandar, lebar Sungai Ciliwung sudah menyempit, dan dibutuhkan pelebaran. Untuk itu, dilakukan upaya normalisasi kondisi yang ada dengan lebar 20 meter hingga 30 meter menjadi 50 meter.
"Jadi, dengan kondisi Kampung Pulo yang sesak dengan permukiman, dan banyak yang berada di dalam bantaran Sungai Ciliwung, menjadi penyebab banjir Jakarta," cetus Iskandar.
Dua macam aliran tersebut dalam banyak hal mempunyai kesamaan tetapi berbeda dalam satu ketentuan penting. Perbedaan tersebut adalah pada keberadaan permukaan bebas, aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas, sedangkan aliran saluran tertutup tidak mempunyai permukaan bebas karena air mengisi seluruh penampang saluran.
Dengan demikian aliran saluran terbuka mempunyai permukaan yang berhubungan dengan atmosfer, sedang aliran saluran tertutup tidak mempunyai hubungan langsung dengan tekanan atmosfer.