Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keran Kepemilikan Orang Asing Dibuka, Nasib Pengembang Kecil di Ujung Tanduk

Kompas.com - 01/07/2015, 17:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keran kepemilikan warga negara asing atas properti di Indonesia yang akan dibuka pemerintah, menuai kontroversi di kalangan pengembang. Jika Real Estat Indonesia (REI) mendukung wacana ini, lain halnya dengan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi).

Ketua Umum Apersi, Eddy Ganefo, justru menentang wacana ini dan mendesak pemerintah mengawasi peraturan yang sudah ada. "Kepemilikan properti oleh orang asing sudah dijelaskan di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996. Itu sudah bagus. Hanya pengawasan PP tersebut tidak berjalan," ujar Eddy kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (30/6/2015).

Eddy menegaskan, wacana revisi PP dari yang sebelumnya pihak asing hanya bisa memiliki properti dengan status hak pakai ke hak milik rumah mewah, sangat tidak bijaksana. Ia mendengar, beberapa sumber menyebutkan adanya pembelian properti mengatasnamakan istri mereka yang berkewarganegaraan Indonesia.

Kalau hal tersebut terjadi, lanjur Eddy, berarti pengawasan PP masih kurang. Oknum yang bersalah di balik kejadian ini, bisa saja pejabat, pengembang, maupun notaris.

"Kalau ini bisa kita tertibkan dan pihak asing punya properti resmi sesuai PP, pemerintah akan dapat pajak. Dari sisi itu, mentah argumen mereka (pihak yang mendukung kepemilikan properti untuk orang asing)," jelas Eddy.

Eddy pun mempertanyakan niat pengembang yang mendukung properti untuk dimiliki orang asing, Mereka hanya berdalih karena bisnis properti sedang turun. Ketika bisnis sedang bagus pun mereka tidak mau membangun rumah murah.

Jika kebijakan keran kepemilikan properti untuk orang asing dibuka, kata dia, bisa mengakibatkan harga rumah dan tanah naik. Imbasnya, rumah murah akan sulit bangun. "Properti untuk orang asing ini mengancam program sejuta rumah," tegas Eddy.

Di sisi lain, saat properti komersil sedang booming, banyak pengembang yang tidak melaksanakan kewajiban hunian berimbang 1:2:3. Setelah dilaporkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sebut Eddy, pengembang ini mengeluh.

Sekarang, saat properti lesu, mereka juga mengeluhkan kepada pemerintah dan meminta asing diperlebar kesempatannya memiliki properti. Eddy menganggap, hal ini tidak benar. Ia pun mengajak para pengembang ini untuk duduk bersama-sama dalam menyiasati bisnis properti yang sedang lesu.

"Kalau komersial sedang lesu, mari 'keroyokan' di rumah murah. Jangan mengincar asing, karena pengembang kecil terancam, masyarakat berpenghasilan rendah juga akan tergerus," tutur Eddy seraya menambahkan pengembang besar yang jumlahnya segelintir, bisa menghancurkan pengembang kecil yang jumlahnya ribuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau