Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketiadaan PP Memicu Konflik Penghuni Versus Pengelola Apartemen

Kompas.com - 05/03/2015, 22:00 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peninjauan Kembali (judicial review) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) yang disarankan sebagian pihak dianggap tak perlu dilakukan. Pasalnya, UU Rusun tersebut dinilai justru telah melindungi konsumen rusunami.

Pakar Hukum Agraria, Arie Sukanti Hutagalung, menyebutkan permintaan judicial review UU Rusun yang diajukan oleh beberapa pihak tabu. Pasalnya, UU Rusun tersebut dinilai Arie telah melindungi konsumen rusunami.

“Aneh sekali kalau mereka sebagai penghuni justru meminta ada judicial review. Pasal-pasal dalam UU Rusun itu kan justru telah membatasi dan menjerat pengembang. Seharusnya yang teriak itu pengembang dong, bukan mereka. Saya beri contoh di PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), kalau pengembang melanggar ketentuan pembangunan kan PPJB-nya akan dibatalkan. Itu merupakan perlindungan konsumen,” ujar Arie kepada Kompas.com, Kamis sore (5/3/2015).

Mengenai pembentukan P3SRS, Arie menjelaskan bahwa pengikutsertaan pengembang di dalamnya karena merupakan pihak yang lebih tahu soal pengelolaan rusunami.

“Kalau soal P3SRS itu kan wajar kalau  pengembang juga punya hak untuk ikut serta. Mereka itu yang lebih tahu bagaimana cara mengelola rusunami. Tapi memang tidak semuanya, P3SRS ini berdasarkan kepemilikan bersama,” tandas Arie.

Berkaitan dengan pengawasan dan pengelolaan rusunami, Arie menuturkan bahwa sebenarnya bukanlah UU Rusun yang perlu ditinjau kembali. Menurut Arie, tidak adanya Peraturan Pelaksana (PP) UU Rusun hingga saat inilah yang membuat terjadinya penyimpangan peraturan.

“Saya sadar PP terdahulu soal P3SRS lemah. Jadi lebih baik kita tunggu terlebih dahulu (pembuatan PP). Sekarang ini kan PP-nya masih dibuat oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). PP itu bisa jadi pengawas dalam pengelolaan rusunami,” pungkas perempuan yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI).

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Penghuni Rumah Susun Indonesia, Ibnu Tadji, menyatakan penting diadakan pelaksanaan Peninjauan Kembali terkait UU Rusun. Menurut Ibnu, berbagai masalah rusunami muncul karena adanya pasal yang memberikan hak istimewa pada pengembang.

“Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), berfungsi sebagai regulator. Kalau bisa buat peraturan baru yang solutif menyelesaikan permasalahan pengelolaan. Saya pikir penting untuk melakukan judicial review terkait beberapa pasal yang membuat pengembang memiliki hak istimewa dalam mengelola rusunami, seperti Pasal 74 ayat 1, Pasal 75 ayat 1, dan Pasal 107 dalam UU Rusun,” ujar Ibnu saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Rabu (4/3/2015).

Senada dengan Ibnu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), Panangian Simanungkalit mengakui, dalam hal ini, peraturan pemerintah kurang sempurna. Untuk itu, judicial review merupakan salah satu langkah yang bisa digunakan dalam memperbaiki pengelolaan rusunami.

“Perlu adanya revisi terkait pembentukan dan pengelolaan rusunami oleh P3SRS, supaya para anggota atau konsumen memiliki hak penuh meski apartemen tidak terisi setengahnya,” tutur Panangian.

Selain judicial review, Ibnu juga meminta agar peran pemerintah sebagai pengendali dan pengawas pengelolaan rusunami sesuai yang tertuang dalam UU Rusun dilakukan. Pasalnya, belum ada pergerakan signifikan untuk menjalankan peraturan tersebut.

“Masalahnya, UU Rusun ini belum dijalankan secara konsekuen oleh pengembang dan pengelola rusunami. Bantuan pemerintah sebagai pengendali juga tidak dilaksanakan. Alhasil, akan banyak kasus-kasus baru dalam pengelolaan rusunami karena melihat persoalan lama terkesan aman,” lanjut Ibnu.

Panangian menambahkan, konsumen juga berhak melaporkan jika menemukan kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh pengembang apartemen dalam aktivitas P3SRS.

"Kalau konsumen merasa dirugikan, ada intervensi pengembang, laporkan saja. Untuk unit-unit kondusif, yang menguasai konsumen. Kalau kebanyakan (unitnya) dihuni, atau apartemen laku semua, pengembang mana berani," tandas Panangian.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau