Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Superman Is Dead", ForBALI dan Penolakan Terhadap Reklamasi

Kompas.com - 01/03/2015, 21:23 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hingga hari ini, dukungan terhadap aksi Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), terus bergulir. Penolakan yang dilakukan ForBALI tersebut dilatarbelakangi rencana pengembangan pulau rekayasa seluas 700 hektar di Teluk Benoa, Bali Selatan.

Selain Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, yang getol menyuarakan penolakan adalah kelompok musik bergenre punk rock, "Superman Is Dead" (SID). Dimotori I Gede Ari Astina, atau karib disapa Jerinx (JRX), SID semakin intensif mengampanyekan penolakan pembangunan pulau buatan.

Setiap hari, di laman facebooknya, SID rajin memposting kegiatan, foto, dan meme,  seputar penolakan atau pun dampak yang bakal terjadi apabila rencana pembangunan reklamasi Teluk Benoa jadi dilaksanakan.

Seperti dalam unggahan tertanggal 24 Februari 2015, SID memasang meme Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Dalam gambar tersebut, Pastika berujar, "Jangan buat alam marah. Ingat hukum karma. Ayo kita jaga sama-sama lingkungan kalau kita ingin alam bersahabat dengan kita". (DPS 22/2/2015).

Sementara gambar di bawah meme sang gubernur, memperlihatkan kantor dinasnya yang tergenang banjir lengkap dengan judul meme; Masterplan Reklamasi Berkedok Revitalisasi Teluk Benoa.

Terhadap hal ini, SID beranggapan, ucapan Mangku Pastika tersebut berbalik 180 derajat dengan tindakannya. "Adakah yang lebih memprihatikan dari sikap seperti ini?," tandas SID.

Menolak kerakusan

Menurut Jerinx, SID tidak anti pembangunan. Mereka menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, karena Bali Selatan, termasuk Denpasar, Sanur, Kuta, dan sekitarnya sudah penuh sesak oleh polusi, sampah, krisis air, dan problem-problem sosial lainnya.

"Tolong dicatat. Yang kami lawan itu sikap rakus penguasa dan pengusaha. Penambahan pulau baru hanya akan memperparah kondisi Bali Selatan. Yang kedua, Teluk Benoa adalah kawasan konservasi yang tidak boleh dibangun apa pun," tutur Jerinx kepada Kompas.com, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/2/2015).

Jerinx menganggap polemik seputar reklamasi Teluk Benoa adalah buah dari arogansi pemerintah pusat, dalam hal ini Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketika menjabat sebagai presiden, SBY mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 tahun 2014 yang mencabut status konservasi Teluk Benoa.

"Perpres tersebut merupakan bukti jika pemerintah pusat hanya bisa memperlakukan kawasan Bali Selatan layaknya sapi perah, tanpa mau memikirkan efek jangka panjangnya terhadap penduduk lokal," tandas Jerinx.

Bali bagi pemerintah pusat hanyalah komoditi, dengan selalu beralasan kepada kepentingan ekonomi. Padahal, menurut Jerinx, masih banyak daerah lain di Bali yang memerlukan pembangunan.

"Tapi tetap saja mereka memilih kawasan Bali Selatan, karena ini semua hanya politik tanah murah. Harga tanah di Bali Selatan sendiri saat ini sangatlah mahal. Membuat pulau baru dan menjualnya kembali akan memakan modal yang tidak banyak tapi menghasilkan profit yg luar biasa," tandas Jerinx.

Dia tak segan memberikan sebutan langkah pemerintah pusat merestui rencana reklamasi sebagai penipuan publik. Pembangunan reklamasi, kata Jerinx, dikemas melalui propaganda penyelamatan lingkungan. "Mereka pikir warga Bali itu goblok semua seperti mereka," geram Jerinx.

Memanfaatkan ketenaran

Kepedulian Jerinx dan SID terhadap keberlanjutan dan kelestarian lingkungan terjadi secara organik. SID dekat dengan dunia aktivisme tentang lingkungan hidup sejak awal kelompok musik tersebut terbentuk pada tahun 1995.

"Saya lebih sering bergaul dengan aktivis ketimbang anak gaul. Hahaha. Kedekatan dengan pelaku dunia aktivisme memberi saya banyak inspirasi tentang bagaimana caranya memanfaat 'ketenaran' untuk kepentingan yang lebih besar bagi alam dan kemanusiaan. Dan karena hal itulah di SID saya bertugas sebagai perancang gerakan sosial kami," beber Jerinx.

Kendati rencana pembangunan Teluk Benoa akan tetap dilanjutkan, namun SID berharap itu dibatalkan. Pasalnya, hingga saat ini rencana tersebut masih menjadi polemik di tingkat DPRD Bali. "Masih 50:50, mereka belum satu suara," sebut Jerinx.

Untuk itu, SID bersama elemen lainnya yang tergabung dalam ForBALI, akan terus bergerak dan mengampanyekan penolakan rencana reklamasi tersebut. Meski tak ingin mengungkapkan rencana selanjutnya, SID akan terus berjuang demi kepentingan alam, Bali Selatan, dan lebih luas lagi, kemanusiaan.

Sebelumnya diberitakan, perusahaan pengembang properti PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) tetap melanjutkan proyek revitalisasi kawasan Teluk Benoa, Bali. Proyek tersebut tetap dilaksanakan kendati hingga saat ini masih terjadi kontroversi.

"Namun demikian, belum ada pekerjaan reklamasi, sampai sekarang belum dilakukan karena masih mengurus izin analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Kami memastikan proyek ini masih tetap berjalan meskipun ada pro dan kontra di kalangan masyarakat," kata Komisaris PT TWBI, Leemarvin Lieano, usai Konferensi Nasional ke-9 Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Laut dan Pulau-Pulau Kecil Menuju Tata Kelola Laut yang Berkelanjutan, Kamis (20/11/2014).

Dari total sekitar 700 hektar kawasan perairan Teluk Benoa, rencananya hanya 400 hektar yang dikembangkan. Sedangkan 300 hektar sisanya khusus untuk kawasan hijau.

Ada pun rencana revitalisasi yang akan dilakukan TWBI meliputi pengerukan laut hingga kedalaman sekitar 2,5 meter di bawah permukaan laut. Tanah hasil pengerukan itu nantinya akan digunakan untuk membentuk beberapa pulau buatan yang di atasnya dibangun berbagai fasilitas.
 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau