JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono berencana menyusun Undang-Undang tentang Sumber Daya Air (UU SDA) baru berdasar pada Undang-undang Nomor 11 tahun 1974.
UU SDA tersebut akan disusun sebagai pengganti UU No. 7 Tahun 2004 yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (18/02/2015). Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan adanya kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam mengelola air, khususnya air kemasan.
“Saya menghormati putusan MK untuk kembali ke UU Nomor 11 Tahun 1974. Undang-undang itu kan bagus karena ada yang mengatur tentang perusahaan air. Bahwa air harus dimiliki oleh negara berdasarkan azas bersama dan kerakyatan. Tapi apa pun harus diatur lewat Peraturan Pemerintah. Itu kan amanat undang-undang. Sekarang mereka (perusahaan air) punya kontrak tapi tidak punya payung hukum,” ujar Basuki saat diwawancarai Kompas.com di Jakarta, Senin (23/5/2015).
Basuki menyatakan, dalam waktu dekat akan menyusun Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pengelolaan air. Nantinya, akan ada Badan Pelaksana (BP) yang mengatur perusahaan air kerjasama antara pemerintah dengan swasta (KPS).
"Dalam jangka pendek ini kami akan menyusun Peraturan Pemerintah (PP) yang berdasarkan pada jiwa UU No. 11 Tahun 1974. Harus disusun juga Badan Pelaksana (BP) yang mengatur tentang perusahaan air karena ada KPS," lanjut Basuki.
Selain itu, Basuki juga berencana menyusun turunan PP seperti Keputusan Menteri (Kepmen) mengenai sumber daya air. Hal ini dianggap penting untuk memperkuat regulasi serta membentuk payung hukum yang jelas bila ada kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam pengelolaan air.
"Kita juga harus membuat turunan PP, misalnya wilayah sungai harus disusun oleh Kepmen PU Tahun 1989. Sekarang harus saya susun lagi Kepmen PU untuk merumuskan wilayah sungai agar tetap memenuhi syarat. Baru dalam jangka panjang kita susun UU SDA untuk mereview UU No. 11 Tahun 1974,” tambah Basuki.
Menurut Basuki, ketetapan yang perlu diatur sebenarnya mengenai pengelolaan air kemasan, bukan dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pasalnya, campur tangan pemerintah masih sangat besar bila berkaitan dengan PDAM. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta pengelola air minum.
"Kalau yang kerjasama dengan PDAM kan masih terkontrol. Penetapan tarifnya pun tetap dengan DPRD. Cuma air minum kemasan ini yang mungkin dianggap belum kuat regulasinya. Mereka bisa ngebor di mana saja, menguasai mata air. Itu yang harus diatur,” tandas Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.