Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Depok Mandiri Harus Bangun CBD

Kompas.com - 28/12/2014, 18:27 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com - Pengaruh metropolitan Jakarta demikian kuat terhadap kota-kota satelitnya. Jutaan penglaju asal Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi memenuhi ibu kota setiap hari untuk menjalankan aktivitas bisnis, dan ekonomi sehari-hari.

Jalan Tol Jagorawi, Cikampek-Jakarta, Tangerang-Jakarta, dan Depok-Jakarta semakin hari kian padat. Hal ini mengonfirmasi bahwa kota-kota satelit masih sangat bergantung pada Jakarta, sebagai orbitnya. Kemandirian belum terbentuk, dekonsentrasi kegiatan bisnis dan ekonomi juga belum menemukan tempatnya yang tepat.

Perencana Kota, Emil Elestianto Dardak, mengusulkan harus ada satu cara untuk memangkas  sentralisasi megapolitan dan mengurangi ketergantungan penduduk kota satelit pada Jakarta, yaitu dengan pembangunan central business district (CBD) baru.

"Setiap orang menghabiskan 20 jam di jalan menuju dan dari Jakarta, setiap minggunya. Ini tentu saja meningkatkan kondisi stres. Harus dibuat konsep seperti megapolitan, yaitu membuat CBD baru yang tidak hanya di Jakarta, melainkan juga di kawasan-kawasan penyangga," kata Emil saat diskusi Urban Civic Development Smart City, di Margonda, Depok, Minggu (28/12/2014).

Emil mencontohkan Kota Depok yang punya potensi Situ Rawa Besar yang bisa dikembangkan sebagai CBD baru. Kawasan danau ini terletak di dekat terminal Depok. Gedung-gedung CBD di sekitar danau ini, menurut Emil, tidak perlu dirancang dengan ketinggian di atas 150 meter. Emil menyarankan, gedung-gedungnya cukup dibangun empat sampai lima lantai supaya lebih ramah terhadap lingkungan.

Gedung-gedung low rise tersebut cocok bila diisi dengan kegiatan industri kreatif untuk mengakomodasi dan mengembangkan potensi anak-anak muda di Depok. Selain bisa memajukan ekonomi Depok sendiri, CBD ini bisa menarik anak-anak muda yang kebanyakan berkiprah di jalanan, misalnya mengamen. Untuk pembangunan CBD ini, tahap awalnya, harus dibentuk rencana induk terlebih dahulu.

"Perencanaan itu hakikatnya mengenai detil tata ruang dan lanskap. Sekarang sudah ada teknologi 3D picture, supaya masyarakat juga tahu," kata Emil.

Pengembangan CBD ini, kata Emil, nantinya sejalan dengan rencana ruang terbuka hijau (RTH). Menurut dia, RTH bukan berarti suat kawasan dibiarkan menjadi hutan. "Kawasan harus bisa menghasilkan dan meningkatkan perekonomian dan dikelola dengan pengendalian secara teratur," kata Emil.

Rencana tata ruang pengembangan Situ Rawa Besar, memerlukan dua tahap. Emil menyebutkan, pada tahap pertama, pembangunan terfokus pada lahan seluas 50 hektar. Sementara tahap kedua, dibuat jalan terusan dari selatan dan utara Situ Rawa Besar yang mengarah ke Stasiun Pondok Cina dan Depok Baru.

Menurut perhitungan Emil, rencana induk tahap pertama, memakan waktu dua setengah tahun, termasuk pembebasan lahan. Sementara pengembangannya memakan waktu tiga tahun hingga lima tahun.

"Kawasan ini bisa jadi kawasan strategis nasional karena dekat dengan stasiun. Kalau bisa terlaksana, sentralisasi tidak lagi ke Jakarta. Kantor-kantor di Jakarta bisa juga dipindahkan ke sini," pungkas Emil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau