JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 menjadi keuntungan tersendiri bagi pengembang properti di Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena pengembang asing tidak bisa berdiri sendiri tanpa pengembang lokal Indonesia.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan agen properti Indonesia. Kondisi yang bakal dihadapi sangat menantang. Menurut CEO Keller William Indonesia Tony Eddy, MEA akan menjadi ancaman bagi agen properti lokal.
"Agen properti Indonesia belum memiliki sertifikasi resmi, jadinya tidak ada pinalti jika konsumen atau ada pihak lain yang dirugikan," ujar Tony, Kamis (4/12/2014), di acara Outlook Property 2015 "Geliat Investasi di tengah Kelangkaan Tanah" yang digelar Majalah Property & Bank di Jakarta.
Tony mengatakan, sertifikasi agen properti ini penting untuk menghadapi MEA 2015. Pasalnya, agen properti dari luar Indonesia, dapat dengan mudah masuk dan memasarkan properti asing dan lokal. Hal berbeda jika agen Indonesia memasarkan properti di negara lain, akan menemui kesulitan karena tidak memiliki sertifikasi.
"Sekarang ini brand-nya (agen properti) memang dikenal, tapi sertifikat profesional per individunya tidak. Maksud saya, orangnya yang harus memiliki lisensi," ucap Tony.
Di dalam satu agen properti sendiri, Tony menuturkan, manajemennya seringkali tidak terkendali. Setiap orang, siapa pun dia, dapat keluar masuk agen properti dengan mudahnya.
Dia menambahkan, MEA 2015 juga akan menyulitkan agen properti Indonesia karena agen lokal tidak memiliki kemampuan dan daya saing.
"Pelatihan dan pendidikan masih kurang memadai. Skill rata-rata agen properti masih rendah," kata Tony.
Di Indonesia, menurut Tony, satu properti bisa dipasarkan lima sampai sepuluh agen dengan harga yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan, ketiadaan basis data dengan patokan harga pasti.
"Kompetisi antaragen sangat terlihat. Model bisnisnya di Indonesia masih hukum rimba. Strateginya jual properti hanya dengan pasang banner. Jadi yang ada hanya perang banner," jelas Tony.
"Utamanya terkait pengetahuan di bidang properti dan kemampuan bahasa asing," ujar Lukas.
Dia menambahkan, agen properti lokal dihadapkan pada kondisi persaingan yang semakin ketat terutama dengan agen asing yang datang dari Singapura dan Malaysia. Agen properti dari kedua negara ini sudah memiliki sistem, basis data dan jaringan yang mumpuni dari seluruh dunia.
"Sementara di negara lain sangat dipersulit ketika asing akan masuk ke dalam negerinya. Entry barrier-nya tinggi, tidak seperti di Indonesia," jelas Lukas.