Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf menilai, perlu ada strategi khusus dalam menyediakan rumah murah bagi masyarakat yang masuk dalam kategori berpenghasilan rendah (MBR). Rumah menjadi satu kebutuhan yang semakin sulit dijangkau oleh mereka.
"Kalau dilihat dari profesi, MBR itu ada empat, yaitu petani, nelayan, buruh, dan pengangguran. Yang ngumpul itu kan nelayan dan buruh. Untuk mereka bisa dibuatkan perumahan dalam satu wilayah," ujar Syaifullah pada sambutan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) di Surabaya, Rabu (12/11/2014).
Syaifullah menyebutkan, bagi nelayan dan buruh yang hidup dalam satu daerah, bisa dibuatkan rumah susun dengan harga terjangkau. Selain lebih murah, rumah susun juga merupakan solusi terhadap langkanya tanah.
"Paradigma pengembang harus berubah. Kalau bangun landed (rumah tapak) tanah akan berkurang," kata pria yang juga Ketua Tim Percepatan Pembangunan Rumah Jawa Timur ini.
Rusun lebih mahal
Sementara itu, Ketua APERSI Eddy Ganefo menyebutkan, untuk membangun rusun bagi MBR tidaklah mudah. Dibandingkan rumah tapak, pembangunan rusun lebih banyak memakan biaya.
"Rusun itu lebih mahal dari rumah tapak. Jadi, harus ada konsep khusus agar masyarakat bisa mengakses dengan harga lebih murah," jelas Eddy.
Namun, meski lebih mahal, menurut Eddy, untuk di perkotaan rumah susun memang lebih ideal karena lahannya yang sangat kurang. Tetapi, di pedesaan, rumah tapak dinilai masih lebih murah.
Mahalnya pembangunan rusun, lanjut dia, bisa mencapai dua sampai tiga kali lipat daripada rumah tapak. Untuk menekan harga rusun, cara muda bisa ditempuh adalah membenahi skema pembayaran bagi MBR atau dengan subsidi dari pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.