JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki berbagai macam budaya. Belasan ribu pulau yang terbentang mulai dari Aceh hingga Papua, diyakini memiliki variasi suku dan bahasa daerah.
Selama bertahun-bertahun, ragam budaya masyarakat Indonesia terlihat dari gaya (arsitektur) bangunan di tiap daerah yang berbeda.
"Bangunan itu jejak keberadaan manusia. Di mana ada bangunan, di situ ada manusia atau pernah ada manusia," ujar arsitek sekaligus pendiri biro konsultan PT Han Awal & Partners Architect, Han Awal saat seminar Hari Bangunan Indonesia, di Hotel Mulia, Jakarta Selatan, Kamis (30/10/2014).
Karena merupakan jejak sejarah dan jejak manusia, menurut Han, bangunan tidak boleh sembarangan dihancurkan. Apalagi, jika bangunan tersebut telah berdiri selama bertahun-tahun. Bangunan yang didirikan selalu ada arti dan tujuannya.
Han menuturkan, dari kacamata arsitektur budaya, terdapat tradisi vernakular, yakni teknologi pembangunan gedung dengan berpedoman budaya masyarakat setempat. Teknologi ini bertujuan untuk memelihara kearifan lokal budaya.
"Di masa lalu bangunan banyak yang menciptakan ruang bersama. Open space-nya lebih besar dibanding dengan kota besar (masa kini)," kata Han.
Han lalu mencontohkan bangunan kolonial peninggalan Belanda. Bangunan tersebut memiliki langit-langit yang tinggi sehingga sirkulasi udara di dalamnya lancar.
"Bangunan ini tanpa mesin pengatur udara (AC), memperlihatkan kepedulian lingkungan yang sangat baik," sebut Han.
Contoh lain cara mendesain menurut tradisi vernakular adalah saat konstruksi tidak menggunakan gambar. Masyarakat setempat cukup melihat satu contoh bangunan yang hampir runtuh. Bangunan tersebut dibongkar kemudian diukur kembail secara manual menggunakan sistem gotong royong.
Oleh karena itu, bangunan bersejarah perlu dipugar secara saksama karena memiliki makna sebagai pijakan masa lalu, masa kini, dan masa datang.
"Bangunan bersejarah sebagai bukti identifikasi dalam perjalanan kebudayaan, harus dipahami kearifannya juga metode teknologi pembangunannya," jelas Han.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.