Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Kemauan Keras... 3 Menteri Sudah Gagal Atasi "Backlog" Perumahan!

Kompas.com - 04/09/2014, 13:48 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sektor perumahan belum dianggap sebagai persoalan penting di Indonesia. Masalah perumahan nasional tidak tergolong "isu seksi". Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kekurangan pasokan atau backlog perumahan saat ini sudah mencapai lebih dari 15 juta unit.

Buktinya cukup banyak. Berbagai cara telah dilakukan oleh tiga menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan II atau Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, ketiga menteri tak mampu mengatasi masalah rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini.

Pakar properti dan perumahan rakyat, Panangian Simanungkalit, mengatakan bahwa sebenarnya sudah ada beberapa terobosan dilakukan oleh Pemerintahan SBY. Pada 2007 lalu misalnya, dicanangkan konsep pembangunan 1.000 tower rumah susun sederhana milik (rusunami). Sayangnya, program tersebut tidak berjalan mulus sesuai dengan rencana karena berbagai kendala.

"Entah, mungkin hanya terealisasi sekitar 10 persen. Hanya 100 tower saja yang terbangun di beberapa kota besar," kata Panangian di Jakarta, Rabu (3/9/2014).

Pun, begitu dengan pembangunan rumah sederhana tapak atau RST yang dalam 8 tahun terakhir pembangunannya hanya berkisar di angka 50 sampai 70 ribu unit. Hasil tersebut tentu jauh dari target yang dicanangkan setiap tahunnya dan jauh sekali dari yang pernah dicapai di masa pemerintahan Orde Baru, yakni sekitar 150 ribu - 200 ribu unit per tahun.

Kepanjangan tangan

Masalah perumahan nasional tetaplah menjadi masalah yang tak juga terselesaikan. Panangian mengatakan, bahwa rendahnya realisasi pembangunan perumahan tersebut ke depan akan menjadi akumulasi dan masalah tersendiri dalam rangka menuntaskan masalah rumah murah bagi MBR.

Di sisi lain, UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman tidak banyak membantu. Bahkan, yang terjadi adalah pasokan semakin tidak mampu mengikuti kebutuhan atau permintaan (demand).

"Dengan kondisi seperti itu, saya saykin angka backlog akan terus membumbung jika tidak dibenahi akar permasalahannya," kata Panangian. 

Dia menambahkan, pemerintahan baru Jokowi-JK yang akan mulai bekerja pada Oktober mendatang bakal memiliki pekerjaan rumah besar. Namun, lanjut Panangian, sebenarnya pemerintahan baru ini dapat memetakan permasalahan yang ada.

Pertama, masalah mendasar pada sektor perumahan adalah tidak adanya sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, jumlah anggaran yang ada timpang atau tidak maksimal dengan permasalahan yang ada.

"Untuk itu, perlu adanya penguatan lembaga perumahan rakyat agar departemen yang mengatur memiliki kepanjangan tangan di daerah untuk menyelesaikan masalah perumahan ini,” katanya.

Sayangnya, karena tak memiliki kepanjangan tangan, menurut Panangian, pemerintah sulit menjalankan program-programnya. Pasalnya, tidak semua daerah memiliki dinas perumahan. Bahkan, ada beberapa daerah malah menyatukan sektor perumahan dengan sektor lain, misalnya dengan dinas pekerjaan umum (PU).

Akibatnya, kerja pemerintah daerah juga tidak fokus menjalankan misi mengurangi backlog perumahan. Itu belum termasuk masalah pendanaan yang memang minim.

"Soal tidak adanya kepanjangan tangan ini sebenarnya bukan persoalan serius, jika menteri yang mengurusi perumahan bisa menjalin komunikasi ayng baik dengan komponen di daerah, misalnya dengan kepala daerah, akademisi, LSM, terutama komunikasi dengan kalangan pengembang," kata Panangian.

Mampu berinovasi

Panangian berharap, ke depan siapa pun yang mengurusi rumah rakyat harus memiliki strategi dan inovasi yang mampu memancing investor tertarik mengembangkan rumah murah. Salah satunya adalah membuat program menarik, contohnya konsep kampung deret di DKI Jakarta saat di bawah kepemimpinan Gubernur Joko Widodo (Jokowi). Ke depan, lanjut Panangian, bisa saja digalakkan kembali Program Kampung Deret Indonesia itu.

"Tapi, ini semua kan sangat tergantung kemauan politik menterinya. Demokrasi itu kan mendengar suara rakyat, menteri melakukan apa yang dibutuhkan rakyat. Itu namanya pelayan negara," kata Panangian.

Selain mendengarkan kemauan rakyat (konsumen), menteri perumahan mendatang harus mampu menggandeng swasta. Menurut dia, tak dapat dimungkiri bahwa peran swasta dalam pembangunan perumahan memiliki kontribusi sangat besar sehingga perlu strategi khusus untuk mengajak mereka ikut mengatasi persoalan backlog.

"Selain, tentu saja, tidak melupakan peran berbagai pihak yang punya tujuan sama untuk mengatasi backlog ini," katanya.

Sebelumnya, Panangian mengatakan kepada Kompas.com bahwa ada tiga alasan prospek bisnis properti Indonesia dianggap sebagai sektor terbaik. Pertama, masih ada 14 juta dari 61 juta keluarga di Indonesia belum memiliki rumah. Kedua, pemerintah semakin kesulitan menyediakan rumah bagi keluarga kelas menengah ke bawah.

"Itu sudah jelas faktanya, karena permintaan rumah mencapai 900 ribu per tahun, sementara pasokan hunian hanya 70 ribu – 80 ribu per tahun," ujarnya.

Baca juga: Pakar: Investasi Properti di Indonesia Akan Tetap Menguntungkan!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau