Eddy mengatakan, ekonomi biaya tinggi terjadi akibat inefisiensi di berbagai bidang. Mulai dari proses perizinan yang rumit dan berbelit-belit, ketidaktersediaan infrastruktur, kurangnya kepastian hukum terhadap hak tanah, hingga kepastian hukum terhadap perizinan sangat tidak efisien.
"Pertama, akibat proses perizinan yang panjang, tidak jelas waktunya dan biayanya. Kedua, akibat infrastruktur, transportasi yang tidak memadai antar pulau dan antar daerah. Harga bahan bangunan di Papua berbeda sangat jauh dengan harga di tempat lainnya," ujarnya.
"Tidak adanya kepastian hukum terhadap hak tanah. Tanah yang sudah dimiliki bertahun-tahun atau tanah yang sudah dikuasai pemerintah bertahun-tahun bisa digugat di pengadilan. Empat, kepastikan hukum soal perizinan. KLB dari 6 jadi 3,5. Akibatnya, pengembang jadi tidak ekonomis membangun rusunami," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum APINDO, Sofjan Wanandi, kembali menegaskan bahwa tidak hanya pengembang, pengusaha secara umum pun membutuhkan kepastian hukum. Menurut dia, hal itu sebenarnya sederhana, namun bisa berakibat fatal.
"Garis besarnya sebenarnya sederhana. Kita inginkan intersektoral, terutama kepastian hukum. Hukum di indonesia banyak sekali yang turun tangan, overlapping, sampai ke perda dan itu yang selalu dipakai untuk memeras perusahaan. Kedua infrastruktur, listrik, air, irigasi kita perlukan. Itu yang kita inginkan. Kita ingin otonomi harus jelas. Otonomi kita menghasilkan raja-raja kecil, masuk KPK semua. Reformasi, pembagian tugas yang jelas, dengan satu target yang jelas," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.