Tak terkecuali pemilik properti yang menghadap Masjidil Haram, juga ikut berlomba meraup keuntungan dari transaksi sewa menyewa penginapan. Betapa tidak marak, keuntungan yang dihasilkan dari transaksi sewa tersebut terus bergerak naik.
Saat ini saja, ketika ummat muslim menunaikan ibadah Ramadhan dan karenanya banyak yang berkunjung ke Masjidil Haram, keuntungan yang bisa dipetik sekitar 5 persen per unit. Sementara tarif kamar hariannya sekitar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per malam.
Wajar bila segmen pasar yang menyewa properti-properti di sekitar Masjidil Haram ini adalah para pebisnis dan petinggi perusahaan. Mereka yang berpendapatan terbatas dipastikan tidak akan mampu membayar tingginya harga sewa jangka panjang.
Wakil Ketua Komite Hotel Kamar Dagang dan Industri Mekkah (MCCI), Yasser Hariri, mengatakan, sistem sewa telah ada selama bertahun-tahun, namun pada awalnya itu terbatas pada dua atau tiga hotel. Namun berbeda kondisinya sekarang. Selain banyak hotel baru, rumah-rumah juga telah difungsikan sebagai hotel oleh para pemiliknya.
"Akibatnya, ketatnya persaingan tak terhindarkan. Meningka
tnya jumlah hotel yang menghadap Masjidil Haram dari segala arah telah menciptakan kenaikan permintaan," ujar Hariri.Lebih lanjut dia menambahkan, pengusaha dan pebisnis adalah segmen pasar fasilitas akomodasi tersebut. Mereka lebih memilih untuk mandiri dan tinggal di penginapan tanpa campur tangan siapa pun. Mereka dapat mengunjungi Mekkah kapan pun mereka inginkan dan menemukan akomodasi tersedia sepanjang tahun. Selain itu, mereka dapat menerima tamu untuk menikmati pemandangan menakjubkan Masjidil Haram.Sementara itu, anggota Komite Real Estat MCCI Muhsin Al-Surouri, mengungkapkan sewa jangka panjang kamar hotel di sekitar Masjidil Haram melonjak 5 persen dengan target pasar kalangan superkaya.
Hotel-hotel yang bisa disewa dalam jangka panjang termasuk di antaranya Al-Bait Towers, Jabal Omar Project, dan Dar Al-Tauhid Hotel. Seluruh hotel ini dikelola jaringan internasional terkemuka.