"Pertanyaannya, validkah landasan hukum Menpera melaporkan pelanggaran hunian berimbang ke kejaksaan dan kepolisian itu, bahwa seakan-akan itu perbuatan kriminal," ujar Muhammad Joni, praktisi hukum dan Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) pada diskusi "Menyoal Kriminalisasi Hunian Berimbang" yang digelar The Hud Institute di Jakarta, Jumat (11/7/2014).
Joni mengatakan, jika ditelaah dan dikritis secara obyektif, maksud asli (original intent) skema hunian berimbang dalam UU PKP adalah untuk membantu pemerintah dalam menyediakan rumah untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan mengatasi defisit perumahan atau backlog.
Dia menambahkan, bahwa kewajiban konstitusional atas hak bertempat tinggal adalah kewajiban negara yang diamanatkan Pasal 28 ayat (1) UUD 1945. Di situ tercantum jelas, bahwa negara berkewajiban memenuhi hak bertempat tinggal, yang kemudian dirumuskan menjadi hak bermukim. Hak bermukim mengandung anasir kepentingan publik yang wajib menghadirkan peran, tanggung jawab, wewenang dan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
"Kalau mau dilihat lagi, pasal 16, 17, 18 UU PKP memberikan wewenang kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab di atas, yaitu merumahkan rakyat. Jadi jelas, bahwa wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab merumahkan rakyat berada pada Pemerintah dan Pemda, bukan pada swasta atau pengembang. Karena swasta tidak diberikan wewenang dan tanggung jawab oleh UU PKP seperti halnya Pemerintah dan Pemda," kata Joni.
Menanggapi pendapat Joni, mantan Menteri Perumahan Rakyat, Suharso Monoarfa, menyatakan sependapat bahwa secara undang-undang upaya Menpera Djan Faridz menuntut pengembang sangat tidak kuat dan berdasar. Seperti diketahui, Menpera Djan Faridz mengadukan 191 pengembang dari 57 kelompok usaha ke Kepolisian Republik Indonesia, Rabu (18/6/2014) lalu.
"Kalau secara undang-undang jelas tidak bisa. Yang diatur dalam pidana itu kan tindakan penipuan dan pembohongan konsumen. Nah, kalau kedua hal itu memang diatur dalam UU No 1 tahun 2011," ujar Suharso.
"Begini, UU itu harus diterjemahkan dulu karena masih terlalu luas cakupannya. Seharusnya Pemerintah menerbitkan PP-nya dulu," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.