Walhasil, menurut analisa Standard & Poor (S&P), banyak pengembang yang menempuh potongan harga sebagai strategi utama demi mencapai target penjualan pada semester II 2014. Potongan harga sebesar 5 persen atau progresif diberlakukan di kota-kota tertentu.
Anjloknya pasar properti Tiongkok tersebut, lanjut S&P, tercermin dari indikator penjualan tanah yang jatuh 38 persen dari tahun sebelumnya menjadi 2,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 25,9 triliun. Transaksi turun menjadi hanya 1.767 unit pada Mei 2014.
Situs properti Soufun menyebutkan, April-Mei yang biasa disebut periode panas untuk properti di Tiongkok tidak terjadi lagi pada tahun ini. Kota-kota besar, termasuk Hangzhou, dan Jinan tidak mencatat penjualan sama sekali sejak Maret hingga Mei 2014.
Akibatnya, kantor-kantor makelar dan kantor yang terkait dengan bisnis properti lainnya memilih untuk merasionalisasi karyawannya. Banyak juga pemilik yang menutup kantornya. Clement Luk, misalnya. Pemilik Centaline Property yang beroperasi di Tiongkok Timur mengatakan, ia telah menutup kantornya, meskipun penjualan properti masih jauh dari yang ditargetkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.