JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menargetkan tingkat penjualan keramik tahun ini senilai Rp 34 triliun. Sedikit lebih tinggi dari realisasi tahun lalu, yakni Rp 30 triliun. Target tersebut terbilang moderat, mempertimbangkan kondisi perekonomian dunia yang belum sepenuhnya pulih akibat krisis global, dan juga melemahnya ekspor.
Demikian Menteri Perindustrian (Menperin) Mohammad S Hidayat, saat membuka Pameran Keramika 2014, di Jakarta, Kamis (17/5/2014). Pameran diselenggarakan beriringan dengan pameran Megabuild Indonesia, pameran yang didedikasikan untuk dunia arsitektur, desain interior, serta desain bangunan.
"Kami tetap optimistis target penjualan tercapai. Tahun 2013 lalu, kapasitas produksi industri keramik sebesar 1,4 juta meter persegi per hari dan produksi 1,32 juta meter persegi per hari. Hasil produksi ini diserap pasar lokal sebanyak 85 persen dan 15 persen pasar ekspor," tutur Hidayat.
Terkait perdagangan bebas, khususnya di kawasan Asia Tenggara, Hidayat menganggapnya sebagai tantangan besar sekaligus sangat besar. Pasalnya, daya saing industri keramik Nasional masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Kemampuan teknologi, fabrikasi, serta pemasaran dan promosi produk nasional di luar negeri pun belum cukup mampu menarik perhatian dunia internasional.
Selain itu, kualitas dan keterbatasan sumber daya manusia, minimnya desain dan rekayasa produk juga menjadi kendala utama masih tertinggalnya industri keramik Indonesia. Keterbatasan kontinuitas pasokan gas yang menyebabkan produksi tidak optimal juga menjadi penyebab rendahnya daya saing tersebut.
"Dengan kendala tersebut, perdagangan bebas akan menjadi tantangan berat bagi industri keramik Nasional. Apalagi produk keramik dari negara-negara lain akan masuk ke Indonesia yang merupakan pasar potensial. Mengingat pasar keramik dunia yang semakin terbatas, hal ini merupakan tantangan bagi industri keramik nasional untuk terus berusaha meningkatkan daya saingnya," ujar Hidayat.