Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rapor Menteri Perumahan Rakyat Semakin "Merah"....

Kompas.com - 09/03/2014, 15:15 WIB
M Latief,
Tabita Diela

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Janji Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz, yang dengan optimistis menyatakan bahwa Rancangan Undang-undang Tabungan Perumahan (RUU Tapera) akan disahkan pada 7 Januari 2014 ternyata tidak kesampaian. Pengesahan RUU Tapera mundur lagi.

Saat itu, kepada Kompas.com di Griya Indah Serpong, Gunung Sindur, Bogor, Jumat (20/12/2013) lalu, Faridz mengatakan bahwa usulannya soal Tapera sudah disetujui DPR dan akan disahkan dalam rapat final. Menpera bahkan mengatakan akan membentuk badan khusus untuk mengelola tabungan tersebut.

"Usulan kami sudah disetujui DPR dan akan disahkan dalam rapat final pada 7 Januari 2014 mendatang. Setelah itu akan dibentuk sebuah badan khusus yang mengelola Tapera," ujarnya.

Tak hanya itu. Kementerian Perumahan Rakyat bahkan menargetkan RUU Tapera akan diundangkan pada minggu kedua Februari 2014 lalu.

"Mudah-mudahan minggu depan Tapera diselesaikan di Panja (Panitia Kerja) dan bisa dibawa ke Paripurna, diundang-undangkan," ujar Menpera Djan Faridz di Jakarta, Rabu (5/2/2014).

Nyatanya, RUU Tapera seperti bunyi air yang hanya kencang di hulu saja, namun tak sampai terdengar sampai muara. Pasalnya, sejak itu tak terdengar lagi "woro-woro" RUU Tapera disahkan. Keadaan justeru berbalik, karena pengesahan RUU ini justru mundur hingga usai Pemilu April 2014 nanti, tepatnya pada 10 Mei mendatang.

Lucunya, informasi itu tidak dimunculkan oleh pihak Kemenpera. Berita tersebut justeru didapatkan dari Ketua Panitia Khusus UU Tapera DPR RI, Yoseph Umar Hadi, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (8/3/2014). Dia memastikan, pembahasan RUU Tapera tidak akan memasuki masa sidang keenam.

"Begitu reses rampung dan Pemilu selesai, secepatnya kami selesaikan," ujarnya.

Pemilu

Tidak tuntasnya mengawal RUU Tapera agar bisa dinikmati masyarakat bawah tahun ini tampaknya semakin menambah tebal warna "merah" rapor Menpera Djan Faridz. Pasalnya, Tapera adalah alternatif pembiayaan yang berkeadilan karena tabungan ini memungkinkan seluruh masyarakat bisa memiliki rumah.

Dirunut ke belakang, masalah perumahan untuk rakyat bawah pun, rasanya, makin jauh dari harapan untuk terwujud, terutama dengan tak tuntasnya Tapera. Data terakhir yang terekam hingga 10 Desember 2013 lalu, jumlah unit rumah rakyat dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 87.765 unit, atau sebesar 72,5 persen dari target penyaluran di 2013 yang sebesar 121.000 unit.

Hingga saat ini, masalah perumahan seolah tak tersentuh maksimal sehingga backlog atau angka kekurangan hunian yang dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini mencapai 15 juta unit. Jumlah tersebut pun diprediksi akan terus naik sebesar 700.000 unit setiap tahun. Pada Desember 2013 lalu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), backlog mencapai13,6 juta unit dan tidak pernah berkurang.

Hingga 12 September 2013, realisasi penyaluran dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk KPR subsidi mencapai Rp 3,163 triliun. Dana tersebut digunakan untuk membantu pembangunan 62.076 rumah.

Padahal, dana FLPP tahun 2013 dianggarkan sebesar Rp 6,97 triliun atau setara dengan target penyaluran KPR sebanyak 121.000 rumah. Dengan kata lain, hingga paruh kedua tahun ini, Kemenpera baru menyalurkan 45,38 persen dari total anggaran dan 51,3 persen jumlah target pembangunan rumah. Bahkan, hingga masuk pertengahan Desember 2013, target KPR FLPP yang baru terealisasi hanya mencapai 72 persen.
 
Lega

Sementara menunggu RUU disahkan, para pelaku industri properti justru merasa lega. Dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (8/3/2014), Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Eddy Ganefo mengaku malah setuju dengan penundaan pengesahan RUU Tapera tersebut. Menurut dia, pembahasan RUU Tapera terlalu tergesa-gesa.

"Memang, niat awalnya Tapera ini sangat bagus. Bahkan, saya dengan Pak Sri Hartoyo (Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat, red) dari awal melemparkan Tapera ini ke publik. Tapi, ternyata dalam pembahasan sangat tergesa-gesa dan sepertinya terlalu dipaksakan. Saya jadi khawatir hasilnya tidak akan sempurna," ujar Eddy.

Eddy juga mengungkapkan bahwa dia melihat ada oknum yang memanfaatkan pembahasan RUU Tapera untuk mencari keuntungan.

"Kelihatan dalam pembahasan, seperti ada yang ingin 'berebut kue', ini bahaya sekali. Jadi, saya setuju Tapera ditunda saja dahulu," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau