Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dinas Perumahan Memihak Pengembang, Sengketa Properti Terus Meningkat

Kompas.com - 30/01/2014, 16:26 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sengketa properti yang terjadi antara Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS) dengan pengembang apartemen Cempaka Mas, PT Duta Pertiwi Tbk, sebenarnya tak perlu terjadi bila Dinas Perumahan DKI Jakarta menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

Dinas Perumahan selama ini absen menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Padahal mereka harus bisa memediasi para pihak terkait. Dalam kasus apartemen Cempaka Mas, para pihak yang bersengketa adalah penghuni, Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS) dan pengembang, PT Duta Pertiwi Tbk.

Menurut Ketua YLKI, Sudaryatmo, seringkali sengketa dipicu oleh masalah transparansi penetapan besaran iuran pengelolaan (service charge) dan iuran perawatan (sinking fund) serta penentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) P3RS.

"Seharusnya, AD/ART tersebut harus mendapat persetujuan dari Dinas Perumahan. Fakta di lapangan, justru AD/ART langsung diberlakukan tanpa persetujuan Dinas Perumahan. Padahal seringkali isi AD/ART tersebut berat sebelah, lebih mengutamakan kepentingan pengembang dan atau P3RS," jelas Sudaryatmo kepada Kompas.com, Kamis (30/1/2014).

Idealnya, kata Sudaryatmo, setelah masa transisi 6 bulan, pengembang harus menyerahkan pengelolaan gedung apartemen kepada Badan Pengelola yang ditunjuk melalui tender terbuka atau pembentukan P3RS yang melibatkan seluruh pemilik dan penghuni apartemen yang bersangkutan dengan mekanisme yang menjunjung tinggi transparansi.

"Yang terjadi justru pengembang masih intervensi terlalu jauh. Alih-alih mempersiapkan fasilitas pemilihan P3RS, malah "menekan" penghuni dengan aturan yang tidak masuk akal dan penarikan iuran serta penggunaannya yang tidak transparan," tandas Sudaryatmo.

Jadi, kehadiran Dinas Perumahan, lanjut Sudaryatmo, menjadi sangat penting. Merekalah yang menentukan keberlangsungan pengelolaan gedung apartemen tersebut seperti apa. "Akan tetapi, selama ini yang terjadi, kalau pun Dinas Perumahan terlibat atau dilibatkan oleh pengembang dalam pembentukan P3RS, justru peran dan fungsi mereka bukan sebagai mediator, melainkan "perpanjangan tangan" kepentingan pengembang. Kehadiran mereka dalam pembentukan P3RS dan penentuan AD/ART hanya memperkuat legitimasi pengembang," tandas Sudaryatmo.

Tak mengherankan bila sengketa properti terus bertambah dari tahun ke tahun. Sepanjang 2013, sengketa properti yang tercatat dalam buku pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencapai 121 kasus, atau sekitar 15,5 persen dari total 778 kasus. Jumlah tersebut menempatkan sengketa properti berada di peringkat ketiga tertinggi, setelah perbankan dan telekomunikasi.

Sebelumnya, pada tahun 2010, terdapat 84 pengaduan. Sebagian besar kasus adalah mengenai wanprestasi serah terima kunci. Konsumen mengadukan pengembang atas keterlambatan maupun tidak direalisasikannya pembangunan rumah yang sudah dijanjikan.

Sementara pada 2011, masalah utama adalah sertifikat properti yang tak dapat dipenuhi pengembang. Ada 76 pengaduan. Konsumen merasa ditipu oleh pengembang yang menjanjikan penyerahan sertifikat begitu pembayaran rumah lunas. Namun, sertifikat yang dijanjikan tersebut tak kunjung diberikan.

Kendati masih berada di posisi kedua tertinggi, pada 2012, kasus properti telah bergeser dari pengaduan tentang tahapan konstruksi landed housing dan sertifikat, ke konflik antara penghuni dan P3RS. Kasus yang sering mengemuka dan kerap melibatkan penghuni dan pengelola hunian adalah tentang Hak Pakai atau pun Hak Guna Bangunan atas lahan bersama yang harus diperpanjang setiap waktu tertentu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau