Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TOD Dikembangkan, Developer Berlomba Membangun!

Kompas.com - 24/12/2013, 19:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dino, karyawan swasta, harus menempuh waktu empat jam ulang-alik dari rumahnya di kawasan Pekayon, Bekasi, menuju kantor di kawasan Palmerah, Jakarta Pusat. Padahal, jika saja transit oriented development (TOD) diimplementasikan, Dino tak harus menanggung derita demikian lama di jalan.

TOD merupakan konsep pembangunan di daerah-daerah ekonomi strategis berbasis angkutan massal seperti stasiun kereta listrik atau stasiun mass rapid transportation (MRT). Di Indonesia, konsep ini memang relatif baru, namun, berkaca pada pengalaman Dino tadi, sudah seharusnya konsep TOD tidak berhenti pada tataran wacana.

Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan, pembangunan di Jakarta, kota penyangga, atau kota baru lainnya dalam area megapolitan Jadebotabek harus mengusung konsep TOD. Terlebih, dalam kondisi aktual, di mana terdapat 18 juta penduduk berdiam di wilayah ini.

"Bayangkan jika ke-18 juta orang tersebut masing-masing menggunakan kendaraan menuju tempat aktifitasnya sehari-hari, Jadebotabek akan menjadi megapolitan lumpuh, tak bergerak sama sekali dan kontraproduktif," ujar Yayat kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2013).

TOD, lanjut Yayat, salah satu metode efektif untuk membuat Jakarta dan juga kawasan di sekitarnya bertransformasi menjadi megapolitan yang laik huni, manusiawi, modern, dan sekaligus produktif. Oleh karena itu TOD harus dilengkapi dengan jalur pedestrian yang nyaman. Sehingga, untuk menuju pusat belanja, tempat kerja atau apartemennya, masyarakat pengguna MRT tinggal berjalan kaki.

Tak hanya itu, TOD juga memungkinkan terjadinya remigrasi urban. Artinya, orang-orang yang selama ini berdiam di wilayah penyangga dan bekerja di pusat kota Jakarta, justru akan tertarik menjadikan wilayah penyangga tersebut sebagai tempat utama beraktifitas.

"Lebih jauh lagi, akan terjadi redistribusi fungsi beban Jakarta ke wilayah-wilayah sekitarnya," imbuhnya.

Masalahnya, Jakarta adalah kota yang kadung terbangun dengan konsep pengembangan berbasis jalan (road). Sehingga, tidak mudah menerapkan konsep TOD di metropolitan terbesar keenam di dunia dan terbesar di Asia Tenggara ini.

Namun demikian, TOD bisa didorong dikembangkan di wilayah penyangga (Depok, Bekasi, Bogor dan Tangerang) dan atau kota-kota baru seperti Tangerang Selatan, BSD City, Alam Sutera, Summarecon Serpong, Sentul City, Lippo Karawaci, dan Jababeka.

"Para stake holder, seperti investor swasta pemilik modal, BUMN, pemerintah, harus bersatu menyamakan persepsi dan membentuk sebuah konsorsium besar memproduksi rancangan induk perkotaan berkonsep TOD. Jika ini berhasil dilakukan, multiefek yang akan timbul adalah potensi pendapatan sebesar 30 persen sampai 40 persen bagi pengelola stasiun yang lahannya dimanfaatkan oleh investor swasta sebagai properti pendukung," jelas Yayat.

Pembangunan yang mengusung konsep TOD akan menarik minat investor swasta, khususnya pengembang untuk berlomba membangun properti multifungsi (mixed use development). Mereka akan tergiring membangun pusat belanja, apartemen, hotel, perkantoran dan ruang komersial lainnya di dalam area TOD. Tidak lagi di dalam kota, seperti yang saat ini dilakukan oleh Adhi Persada Properti atas proyek Grand Dhika City. Proyek multifungsi ini terkoneksi dengan TOD berbasis monorel bertrayek Cawang-Bekasi.

Direktur Marketing APP, M Aprindy, mengatakan, konsep pengembangan terpadu dalam kerangka TOD sangat strategis dari segi investasi. Selain, tentu saja, mendukung gaya hidup praktis dan modern penghuninya.

"Karena di dalam Grand Dhika City terdapat fasilitas park and ride setinggi 6 lantai untuk penghuni atau masyarakat Bekasi yang akan menggunakan monorel. Mereka dapat memarkir kendaraannya di gedung tersebut. Selain itu, terdapat pula stabbing area sebagai 'hanggar' untuk unit-unit monorel trayek Cawang-Bekasi," papar Aprindy, Rabu (27/11/2013).

Betapa jika TOD dikembangkan, maka potensi raupan pendapatan dari bangkitan pergerakan akan senilai Rp 56 miliar dalam satu hari ulang alik perjalanan. Dengan asumsi sederhana terdapat 1,4 juta orang yang memanfaatkan MRT dengan tarif 20.000, maka dalam sebulan akan terkeruk pendapatan sebesar Rp 1,68 triliun. Itu baru dari satu TOD.

Sementara di Jakarta, menurut Rencana Pengembangan Sistem Angkutan Massal 2004-2020 akan dibangun sekitar 20 TOD.



Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau